RedaksiHarian – Kalangan industri tanah air terus mendorong penerapan keuangan berkelanjutan di Indonesia untuk mendukung program ekonomi hijau .

Berdasarkan kajian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Indonesia menjadi basis pembiayaan hijau di ASEAN dengan porsi 36 persen. Adapun potensi pembiayaan hijau tersebut bisa mencapai USD 200 miliar.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menilai, ASEAN memiliki peran penting dalam perekonomian global serta memiliki kemampuan untuk membentuk inisiatif kebijakan di era menantang seperti saat ini. ASEAN pun dinilai menjadi kawasan strategis dalam mendorong pembiayaan berkelanjutan.

ADVERTISEMENT

Oleh karena itu, OJK terus mendorong kebijakan terkait pembiayaan berkelanjutan (sustainable finance). Hal ini untuk mendukung upaya dunia menuju program ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan.

Di tahun 2021 saja, OJK mencatat, nilai pembiayaan berkelanjutan di Indonesia telah mencapai US$ 55,9 miliar, penerbitan green bond di pasar domestik tercatat US$ 35,12 juta atau 0,01 persen dari total outstanding bond.

Realisasi pembiayaan hijau oleh empat perbankan terbesar di Indonesia pun tercatat tumbuh rata-rata 25 persen setiap tahun pada 2020-2022.

Konsep pembiayaan hijau di Indonesia populer setelah Presiden Joko Widodo menandatangani Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim tahun 2016. Dalam ilmu ekonomi, pembiayaan hijau dapat berupa investasi atau kredit yang khusus diberikan untuk mendanai proyek pembangunan jangka panjang dan ramah lingkungan.

Pembiayaan hijau juga telah banyak diambil oleh perbankan nasional. Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan korporasinya telah menerapkan tiga pilar implementasi nilai lingkungan (environmental), sosial (social), dan tata kelola (governance) atau ESG. Ketiga pilar ini menjadi target perseroan dalam mendukung ekosistem berkelanjutan.

Hasilnya, sampai dengan Juni 2023 Bank Mandiri telah menyalurkan portofolio berkelanjutan sebesar Rp 242 triliun. Dari portofolio itu, porsi yang khusus untuk portofolio hijau sebesar Rp 115 triliun atau 11,7 persen dari total portofolio kredit Bank Mandiri.

“Pembiayaan hijau atau green financing ini telah diarahkan untuk fokus ke sektor berkelanjutan, seperti sektor perkebunan yang telah tersertifikasi ISPO atau RSPO, energi baru dan terbarukan seperti pembangkit listrik bertenaga hydro, geothermal, transportasi, hingga ekosistem kendaraan listrik dari hulu ke hilir,” katanya saat Konferensi Pers Virtual Paparan Kinerja Kuartal II 2023 Bank Mandiri, Senin 31 Juli 2022.

Sejalan dengan itu, perusahaannya konsisten mendukung transisi menuju Indonesia Net Zero Emission (NZE) 2060 yang menjadi komitmen masyarakat global termasuk Indonesia. Untuk, itu, Bank Mandiri baru saja merilis Digital Carbon Tracking.

“Inisiatif ini memungkinkan seluruh stakeholder melihat secara real-time jumlah karbon yang dihasilkan dan emisi yang berhasil dikurangi perseroan secara operasional,” katanya.

Perbankan lainnya, BRI mencatat pertumbuhan penyaluran kredit berkelanjutan sebesar 11,1 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy). Angkanya bertambah menjadi Rp 710,9 triliun pada akhir kuartal I-2023 dari yang sebelumnya Rp 639,9 triliun per kuartal I-2022. Dengan kinerja tersebut, BRI optimistis dapat menjadi market leader dalam penerapan ESG.

Kredit berkelanjutan tersebut disalurkan pada berbagai sektor, di antaranya adalah segmen UMKM, energi terbarukan, hingga transportasi ramah lingkungan. Adapun kontribusi segmen UMKM menjadi yang terbesar dengan persentase hingga 88,7 persen terhadap potofolio Kredit Kriteria Kegiatan Usaha Berkelanjutan (KKUB) BRI atau setara Rp 630,7 triliun.

Sementara itu, Bank Central Asia (BCA) mampu mencatatkan pertumbuhan pembiayaan hijau 12 persen menjadi Rp 72 triliun sepanjang kuartal pertama 2023. Peningkatan signifikan tersebut terjadi salah satunya karena adanya pasar dan permintaan yang tinggi dari industri.

Kemudian, PT Bank DBS Indonesia, mencatatat penyaluran pembiayaan hijau Rp 3,9 triliun hingga Mei 2023. Angka tersebut tumbuh 249 persen dibandingkan periode yang sama 2022. Penyaluran pendanaan hijau itu sebagian terdapat pada sektor real estate dan energi.

Presiden Direktur DBS Indonesia, Lim Chu Chong mengatakan potensi penyaluran kredit hijau di Indonesia masih cukup besar yang bisa dikejar. Oleh karena itu, DBS akan menyisipkan penawaran kredit hijau setiap datang permintaan pembiayaan dari industri. ***