redaksiharian.comJakarta, CNBC Indonesia – Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pekan ini masih bisa menguat meski cenderung tipis. Indeks menguat 0,14% secara point-to-point (ptp). Namun, pada perdagangan Jumat (23/9/2022) kemarin, IHSG ditutup melemah 0,56% ke posisi 7.178,58.

Dalam harian sepanjang pekan ini, IHSG cenderung berfluktuasi. IHSG pun kembali keluar dari zona psikologisnya di 7.200 dan kembali diperdagangkan di kisaran 7.170.

Selama sepekan, nilai transaksi IHSG mencapai Rp 56,2 triliun. Investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih (net sell) mencapai Rp 1,22 triliun di pasar reguler pada pekan ini.

Meski terpantau menguat, tetapi pergerakan IHSG pada pekan ini dipengaruhi oleh pengumuman kebijakan moneter terbaru dari bank sentral Amerika Serikat (AS) dan Bank Indonesia (BI).

Pada Rabu lalu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) memutuskan untuk kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin (bp) menjadi 3% – 3,25%, serta menegaskan sikap agresifnya.

Suku bunga The Fed kini berada di level tertinggi sejak awal 2008, dan masih akan dinaikkan hingga inflasi kembali ke 2%.

“FOMC (Federal Open Market Committee) sangat bertekad untuk menurunkan inflasi menjadi 2%, dan kami akan terus melakukannya sampai pekerjaan selesai,” kata ketua The Fed, Jerome Powell, sebagaimana dilansir CNBC International.

The Fed kini melihat suku bunga akan mencapai 4,6% (kisaran 4,5% – 4,75%) di tahun depan. Artinya, masih akan ada kenaikan 150 basis poin dari level saat ini.

Bahkan, beberapa pejabat The Fed melihat suku bunga berada di kisaran 4,75 – 5% di 2023, sebelum mulai turun di 2024.

Komentar The Fed yang mengindikasikan bahwa mereka tetap hawkish membuat investor global makin khawatir. Pasalnya, jika The Fed makin agresif, maka dampaknya adalah resesi ekonomi AS yang tak terhindarkan. Dampak luasnya yakni perekonomian kembali lesu.

Inflasi global yang semakin liar memaksa mayoritas bank sentral utama dunia mengetatkan kebijakan moneternya dan menaikkan suku bunga secara tajam. Hal ini pada akhirnya berpotensi menyebabkan resesi, dengan sejumlah organisasi besar seperti Bank Dunia telah mewanti-wanti.

Tak hanya The Fed saja, BI pun kembali mengejutkan pasar, di mana bank sentral Tanah Air tersebut menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin (bp) menjadi 4,25%.

Keputusan in merupakan sebagai langkah untuk menurunkan ekspektasi inflasi serta memperkuat stabilisasi nilai rupiah.

Padahal, konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia mayoritas memperkirakan kenaikan sebesar 25 basis poin.

“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 21-22 September 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 50 bps menjadi 4,25%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3,5%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 5%,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers.

Pada bulan lalu, BI juga memberikan kejutan dengan menaikkan suku bunga 25 bp. Padahal konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI masih akan menahan suku bunga acuannya.

Pada pengumuman hasil RDG hari ini, BI juga dilakukan untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat.

“Bank Indonesia juga terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi,” kata Perry, dalam paparan hasil rapat dewan gubernur (RDG) BI, Kamis (22/9/2022).

TIM RISET CNBC INDONESIA