redaksiharian.com – Naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) membuat beberapa industri terdampak langsung.
Salah satunya industri pariwisata. Association of The Indonesian Tour and Travel Agencies (Asita) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengaku banyak pelaku usaha harus tombok.
Wakil Ketua Bidang Pemasaran dan Komunikasi Asita DIY Fachri Herkusuma mengatakan, kenaikan BBM berdampak bagi para pengusaha tour and travel, sehingga mereka tombok.
“Wisatawan sudah deal harga paket tour, tidak serta merta mereka bersedia menyesuaikan harga. Artinya, biro perjalanan anggota Asita DIY sering tombok,” kata dia, Kamis (8/9/2022).
Fachri mengungkapkan bahwa untuk wisatawan lokal masih bisa maklum dengan kenaikan paket wisata pasca kenaikan harga BBM. Namun, berbeda dengan wisatawan mancanegara mereka cenderung tidak bisa dinego.
“Untuk paket tour yang sudah deal, walau belum berjalan ya tetap gak bisa ikutan naik harganya. Bisa-bisa ya zero profit,” ujarnya.
Harga biaya wisata makin naik
Dia menambahkan bahwa selain berdampak pada harga paket tour, kenaikan BBM ini juga dapat mempengaruhi komponen lain seperti restoran karena sembako juga ikut naik harganya.
“Seperti sembako yang berhubungan dengan restoran, bisa jadi hotel juga melakukan penyesuaian harga. Ditambah lagi transportasi adalah komponen tour yang berbiaya tinggi,” ujar.
Kondisi ini membuat dirinya khawatir kenaikan harga BBM akan mengurangi minat masyarakat untuk berwisata ditambah daya beli masyarakat yang makin menurun.
Naiknya BBM membuat pelaku usaha pariwisata harus putar otak untuk mengakali biaya wisata agar tak membengkak.
Satu diantaranya adalah dengan menyiapkan strategi untuk Free & Independent Traveler (FIT) atau paket wisata keluarga dengan mengurangi beberapa cost dari paket tour.
“Misalnya makan sehari tiga kali, bisa dikurangi jadi dua kali. Setidaknya kita antarkan sampai ke resto yang diinginkan wisatawan dan wisatawan yang memilih sendiri menu dan restonya,” kata Fachri.
Ia berharap ada bantuan berupa stimulus atau program promo dari pemerintah untuk menggerakkan wisata di daerah.
Hal itu mengingat DIY termasuk dalam 5 destinasi pariwista super prioritas karena ada Borobudur dengan jarak yang dekat.
Sementara itu, Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) DIY Bobby Ardyanto Setyo Ajie mengeluhkan hal yang sama.
Bobby menambahkan saat ini industri pariwisata dalam kondisi kontrak dalam artian industri harus tetap menjalankan kontrak-kontrak yang sudah dibuat sebelum naiknya harga BBM.
“Industri tidak bisa menaikan harga sebelum berakhirnya kontrak dengan buyer. Industri saat ini pada kapasitas belum bisa mengubah costing atau pricing karena banyak yang terikat dengan harga kontrak per tahun,” ucap Bobby.