redaksiharian.com – maritim, sebagaimana yang dikemukan dalam Jakarta Geopolitical Forum (JGF) VII/ 2023, pada 14- 15 Juni 2023, memberikan inspirasi untuk konstelasi pemahaman konflik di Laut China Selatan dengan adanya “perang dingin” China dan Amerika Serika (AS). Konflik ini diperkirakan akan berdampak pada kawasan Laut China Selatan.
Demikian inti keterangan pers yang disampaikan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Andi Widjojanto, di sela-sela acara JGF VII/ 2023. Keterangan Gubernur Lemhannas ini dan bahasan di JGF VII itu, memberi isyarat untuk lebih dalam memahami perselisihan wilayah dan sengketa yang melibatkan beberapa negara di kawasan Laut China Selatan.
Sampai saat ini, tidak ada tanda-tanda membangun komitmen perdamain terkait klaim perbatasan di Laut China Selatan. Kondisinya malah bertambah parah dengan klaim wilayah Laut China Selatan yang tumpang tindih dari beberapa negara.
Kawasan Laut China Selatan, yang merupakan wilayah maritim dengan potensi besar sumber daya alam, bisa menjelma menjadi titik sengketa beberapa negara. China, Taiwan, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei saling klaim wilayah di lokasi tersebut. China mengidentifikasi wilayah luas di Laut China Selatan.
Argumen-argumen hukum dan sejarah yang mendasari klaim-klaim tersebut menjadi sumber ketegangan. Aktivitas pembangunan yang dilakukan China yang membuat pulau buatan, instalasi militer, serta peningkatan kehadiran kapal-kapal angkatan lautnya menambah ketegangan.
Negara-negara di kawasan khawatir, peningkatan kehadiran militer China akan berkontribusi pada instabilitas tata kelola regional.
Dalam membaca konteks konflik tersebut, Indonesia memainkan strategi geopolitik dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional dan keamanan nasional. Kendati demikian, sebagai negara maritim yang menjalin hubungan dengan negara lain, Indonesia juga menggunakan pendekatan strategis demi menjaga stabilitas dan kestabilan di dalam negeri.
Indonesia telah mengklaim nama “Laut Natuna Utara” sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya yang berada di sebelah utara Laut China Selatan. Klaim ini didasarkan pada prinsip-prinsip hukum laut internasional, termasuk Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS).
Namun klaim tersebut telah menciptakan ketegangan dengan China, yang juga mengklaim wilayah di Laut Natuna Utara. Kendati demikian, Indonesia menegaskan bahwa itu hak kedaulatannya dan berkomitmen untuk menjaga integritas wilayahnya.
Indonesia telah meningkatkan kemampuan pertahanan maritimnya di wilayah Laut China Selatan. Indonesia juga telah meningkatkan kerja sama pertahanan dengan mitra regional dan internasional, seperti dengan Amerika Serikat, untuk memperkuat kapabilitas pertahanannya.
Namun, Indonesia tidak abai menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara yang mengklaim wilayah di Laut China Selatan, termasuk China, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei. Dengan demikian, geopolitik Indonesia telah mengadvokasi dialog dan penyelesaian sengketa berdasarkan hukum internasional dan UNCLOS.
Melalui berbagai inisiatif diplomasi, Indonesia berusaha mempromosikan perdamaian, stabilitas, dan kerja sama regional. Semua itu dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan kekuatan regional karena Indonesia juga merupakan anggota aktif ASEAN – bahkan tahun 2023 menjadi Keketuan ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) dan berperan dalam membangun keseimbangan kekuatan di kawasan.
Melalui ASEAN, Indonesia bekerja sama dengan negara-negara anggota lainnya untuk mempromosikan “kode etik” bersama (code of conduct) di Laut China Selatan, yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan dan mencegah konflik. Indonesia secara aktif terlibat dalam diplomasi regional dan internasional terkait Laut China Selatan. Indonesia telah mengadakan pertemuan tingkat tinggi, dialog, dan kunjungan bilateral dengan negara-negara terkait.
Indonesia juga telah mengangkat isu Laut China Selatan ke forum-forum internasional, seperti PBB dan KTT ASEAN, untuk mencari dukungan dan memperoleh legitimasi atas klaim dan kepentingan nasionalnya.
Konflik Laut China Selatan adalah isu kompleks dan melibatkan banyak pihak dengan kepentingan berbeda. Namun Indonesia selalu memainkan peran konstruktif dalam mendorong dialog, penyelesaian damai, dan menjaga stabilitas di wilayah tersebut, sambil tetap mempertahankan kedaulatan dan kepentingan nasionalnya.
Proposal Perdamaian
Agar dapat menyelesaikan permasalahan di Laut China Selatan, kerja sama antara pemerintah dan organisasi non-pemerintah sangat penting. Upaya ini bertujuan untuk mencapai konsensus internasional serta mendorong dialog dan saling menghormati di antara semua pihak yang terlibat.
Langkah itu akan memperkuat stabilitas regional dan membangun hubungan harmonis di Laut Cina Selatan. Dalam hal ini diperlukan dialog dan negosiasi yang lebih intensif untuk mencapai solusi yang saling menguntungkan bagi semua pihak.
Penggunaan kekuatan militer di Laut China Selatan dapat meningkatkan ketegangan dan memperburuk situasi. Aktivitas angkatan laut yang semakin aktif dan pembangunan pangkalan militer di wilayah itu juga berpotensi memicu ketidakstabilan dan mengancam keamanan regional.
Langkah-langkah untuk mempromosikan stabilitas harus diambil guna mencegah eskalasi konflik. Dengan demikian, kerja sama antara negara-negara yang terlibat harus diwujudkan demi mencapai solusi yang berkelanjutan dan damai.
Negosiasi multilateral yang berlandaskan pada hukum internasional dan menghormati prinsip-prinsip kerja sama menjadi kunci dalam mencapai penyelesaian yang dapat diterima semua pihak.
Selain itu, terdapat opsi untuk membawa sengketa tersebut ke pengadilan internasional atau lembaga penyelesaian sengketa yang diakui secara global. Dalam hal ini, peran masyarakat internasional penting karena dapat membantu mengurangi ketegangan di Laut China Selatan.
Negara-negara lain dapat berperan aktif dalam memfasilitasi dialog dan menjembatani kesenjangan antara negara-negara yang bersengketa. Bersama ini kerja sama dalam memantau aktivitas militer dan maritim di wilayah tersebut perlu didorong demi mencegah terjadinya insiden yang tidak diinginkan.
Filosofi geopolitik Indonesia yang tercermin dalam kebijakan politik luar negeri bebas-aktif, sangatlah penting dalam memperkuat nilai-nilai kodratik tersebut. Dalam upaya mencapai keamanan regional yang berkelanjutan, geopolitik Indonesia menekankan pentingnya bagi negara-negara yang terlibat dalam konflik untuk menahan diri dan menghindari tindakan yang dapat memperburuk situasi.
Indonesia berperan penting dalam mendorong semua pihak untuk berkomitmen dalam menyelesaikan perselisihan secara damai, menghormati kedaulatan dan integritas teritorial masing-masing negara, serta patuh terhadap hukum internasional yang berlaku. Dengan komitmen yang kuat ini, sengketa di Laut China Selatan dapat diselesaikan dengan cara yang saling menguntungkan dan membawa stabilitas jangka panjang bagi kawasan.