redaksiharian.com – Kabar-kabar mengenai dugaan perselingkuhan kian mewarnai media belakangan ini. Perbuatan yang tidak baik ini bukan hanya bisa menyebabkan guncangan di rumah tangga, melainkan juga dalam urusan keuangan.
Belum lama ini, media digegerkan oleh kasus dugaan perselingkuhan Syahnaz Sadiqa dengan Rendy Kjaernett. Kabarnya, hubungan itu sudah terjadi sejak Juli 2022 lalu.
Intinya, peristiwa ini bisa terjadi dan menimpa rumah tangga siapapun. Psikolog Anastasia Sari Dewi akhirnya angkat bicara mengenai hal-hal yang dinilai bisa memotivasi perbuatan buruk ini.
“Ini tergantung dari motivasi perselingkuhannya. Ada yang motivasinya selingkuh karena ingin pisah dari pasangan sahnya dan ada yang ingin selingan atau jenuh dengan pasangan yang aslinya” ucap Sari, seperti dikutip detik, (21/6).
Sari juga mengatakan bahwa, jika motivasi selingkuh adalah untuk berpisah dengan pasangan lama, sikap pelaku terhadap pasangannya juga akan berubah. Mereka bisa saja menormalisasi pertengkaran yang terjadi karena tidak akan merasa kehilangan apapun dari pasangan saat bercerai.
Namun jika pelaku hanya ingin selingan atau bosan, maka bisa saja pelaku bersifat lebih manis ke pasangan untuk menutupi rasa bersalah yang ada di pikirannya.
Terlepas dari apapun motif selingkuh, perbuatan ini juga bisa merusak kesehatan finansial pelaku baik dalam waktu cepat atau sebaliknya. Berikut adalah dampak buruk selingkuh dalam urusan finansial yang harus diketahui.
Orang yang berselingkuh tentu harus menyiapkan dana lebih untuk kebutuhan selingkuhannya, atau aktivitas-aktivitas lain yang dia lakukan bersamanya.
Lambat laun, pengeluaran bulanan bisa saja membengkak karena upaya memenuhi tuntutan si kekasih gelap. Jika pengeluaran akhirnya melebihi pemasukan bulanan, maka tabungan yang sudah disimpan pun bisa terkuras, aset-aset yang sudah dibeli bisa saja dijual.
Dan jika mereka masih mau mempertahankan hubungan gelap ini, berutang bisa saja menjadi suatu cara yang ditempuh.
Istilah perselingkuhan itu sendiri tidak diatur di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), namun KUHP melarang perbuatan zina dan kohabitasi atau yang sering disebut dengan istilah kumpul kebo.
Ketentuan perzinahan diatur di Pasal 411 KUHP, dengan ancaman hukuman satu tahun penjara dan denda kategori II senilai Rp 10 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 79 KUHP.
Sementara itu larangan kohabitasi sendiri ada pada Pasal 412 KUHP dengan ancaman penjara paling lama enam bulan dan denda maksimal Rp 10 juta.
Dua pasal tersebut menegaskan bahwa pidana zina dan kohabitasi adalah delik aduan, yang artinya hanya bisa diproses hukum jika ada aduan dari suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. Namun juga bisa dilaporkan orangtua atau anak.
Pengaduan ini juga dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang belum dimulai.