RedaksiHarian – Negara-negara kelompok G7, Minggu (25/6), berjanji untuk mengambil langkah-langkah guna menghilangkan kesenjangan ekonomi gender dengan memperkuat pemberdayaan perempuan, sambil mengakui dampak negatif dari pandemi COVID-19 terhadap kesetaraan laki-laki dan perempuan.
Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan setelah pertemuan dua hari di Nikko, Prefektur Tochigi, para menteri kesetaraan gender G7 juga sepakat untuk terus bekerja dalam mewujudkan masyarakat yang menghormati hak asasi manusia dan dan martabat seksual minoritas.
Para menteri menyebut perawatan yang tidak dibayar dan pekerjaan rumah tangga – yang secara tidak proporsional ditugaskan kepada perempuan – merupakan “hambatan utama” untuk “pemberdayaan ekonomi perempuan dengan menghalangi kemampuan mereka untuk bekerja penuh atau dalam posisi kepemimpinan,” menurut pernyataan tersebut.
Teknologi dan waktu kerja yang fleksibel dapat digunakan sebagai sarana untuk mengubah ketidakseimbangan tersebut, lanjutnya.
“Partisipasi penuh, setara, dan bermakna bagi perempuan dalam pengambilan keputusan di semua tingkatan adalah masalah hak asasi manusia dan juga menguntungkan semua orang dengan berkontribusi pada hasil ekonomi, sosial, dan politik yang lebih baik,” tambahnya.
Para menteri dari Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Amerika Serikat, ditambah Uni Eropa menyebut pandemi sebagai “kemunduran serius” untuk mencapai masyarakat yang setara gender.
“Kami menegaskan kembali komitmen kami untuk mempercepat upaya kami menuju kesetaraan gender penuh dan lebih lanjut memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan,” kata pernyataan tersebut.
Untuk seksual minoritas, para menteri G7 mengatakan bahwa hak dan keselamatan orang LGBT “di bawah ancaman di banyak negara.”
Pertemuan tersebut, yang juga dihadiri oleh anggota dari kelompok sipil internasional, diketuai Menteri Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Jepang Masanobu Ogura.
Jepang kerap mendapat tamparan karena tertinggal dari negara-negara G7 lainnya dalam bidang tersebut.
Sebuah survei dari Forum Ekonomi Dunia memperlihatkan peringkat kesenjangan gender Jepang pada 2023 mencapai titik terendah sepanjang masa, menempati urutan ke-125 dari 146 negara. Posisinya paling rendah di antara negara-negara G7 dan kawasan Asia Timur dan Pasifik.
Ini pertama kalinya Jepang menjadi tuan rumah pertemuan G7 terkait isu gender. Negara tersebut menghadapi kritik dari para pegiat kesetaraan atas apa yang mereka pandang sebagai kelambanan pemerintah atas rendahnya partisipasi perempuan dalam politik dan ekonomi.
Baru-baru ini, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishidaberupaya mengurangi kesenjangan gender dengan menetapkan target bagi perusahaan yang terdaftar di papan atas bursa Tokyo untuk mencapai rasio anggota dewan perempuan melebihi 30 persen pada 2030.
Setelah perdebatan sengit antara partai berkuasa dan partai oposisi, parlemen Jepang pada awal bulan ini memberlakukan undang-undang untuk mempromosikan pemahaman LGBT, dengan tujuan utama untuk melarang diskriminasi berdasarkan orientasi seksual.
Sumber: Kyodo-OANA