redaksiharian.com – Pegelaran Festival Benih Leluhur di Waiotan, Desa Pajinian, Kecamatan Adonara Barat, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi ajang promosi pangan lokal.
Festival ini dilaksanakan selama empat hari selama Minggu (18/6/2023) hingga Rabu (21/6/2023).
Sejumlah orang tua dan anak muda dari berbagai daerah di Kabupaten Flores Timur dan Lembata memperlihatkan hasil kerajinan dan pangan lokal dari wilayah mereka.
Onci Tobil (40), misalnya, seorang warga Desa Tapobali, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata membawa beberapa pangan lokal dari desanya, seperti sorgum, kacang bengo, uta ina, dan jewawut (jali-jali).
Ada juga hasil karya kerajinan, seperti kleka (nyiru), hebeng (tempat isi siri pinang dan tembakau), dan sidu baku (bakul).
“Kacang bengo dan uta ina itu sejenis kacang-kacangan. Sampai sekarang kami masih konsumsi sehari-hari,” ujar Onci di sela-sela kegiatan festival, Selasa (20/6/2023).
Yulita Peni (58), peserta lain, menuturkan, kacang bengo dan uta ina sudah dikonsumsi sejak dahulu kala, bahkan menjadi makanan pengganti nasi.
“Pangan ini juga sering dikonsumsi saat hajatan ada kunjungan pemerintah. Sebelum nasi, kacang bengo dan uta ina terlebih dahulu dihidangkan untuk para tamu,” ucapnya.
Onci dan Yulita mengapresiasi terselenggaranya festival tersebut karena menilai pangan lokal yang sudah mulai hilang, dimunculkan kembali.
“Kami harap festival ini terus berlanjut ke depan. Sehingga anak muda di Flores Timur, Lembata dan NTT bisa tahu tentang benih dan pangan lokal kita,” pinta keduanya.
Melestarikan benih leluhur lewat aksi anak muda
Ketua Perhimpunan Petani Sorgum (P2SKP) NTT Maria Loreta mengungkapkan, pentingnya peran orang muda dalam upaya penyelamatan benih leluhur dan aksi kampanye merawat lingkungan alam.
Menurutnya, benih yang diwariskan para leluhur umumnya selalu tahan terhadap dampak perubahan iklim dan selalu punya nilai gizi yang bagus.
“Orang muda adalah pewaris untuk menjaga dan melestarikan warisan benih leluhur sekaligus melakukan perannya ikut menjaga dan mengampanyekan aksi penyelamatan terhadap lingkungan alam,” ungkap Maria.
Maria mengatakan, pelaksanaan festival ini berkat dukungan dari Ditjen Kebudayaan Kemendikbud RI dan sejumlah anak muda penggerak lokal yang tergabung dalam Koalisi Pangan Baik.
Sementara itu Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Sjamsul Hadi mengemukakan, pelaksanaan Festival Benih Leluhur adalah kesempatan untuk melihat kembali sejumlah warisan leluhur yang sudah selayaknya terus dijaga kelestariannya.
Ia menyebutkan, situasi global saat ini yang ditandai dengan krisis pangan akibat kondisi alam yang tak menentu jadi pelajaran berharga untuk merawat dan melestarikan benih-benih warisan leluhur.
“Situasi global hari ini adalah adanya krisis pangan karena kondisi alam yang tak menentu. Oleh karena itu warisan benih leluhur wajib untuk dilestarikan,” ujarnya.