redaksiharian.com – NESABAMEDIA.COM – Seorang pria ditangkap polisi di depan istri dan dua anaknya yang masih kecil. Setelah ditelusuri, ternyata kejadian itu berawal dari teknologi facial recognition yang selama ini memang dianggap tidak akurat dalam mengidentifikasi wajah orang berkulit gelap dan orang Asia.
Sebuah studi yang dilakukan oleh National Institute of Standards and Technology (NIST) menunjukkan bahwa algoritma pengenalan wajah bisa 100 kali lebih tidak akurat saat digunakan untuk membedakan wajah orang-orang Asia dan Afrika-Amerika.
Oleh karena itulah Robert Julian-Borchak Williams mempertanyakan kenapa hingga kini teknologi facial recognition masih diizinkan untuk digunakan oleh kepolisian.
Dirinya ditangkap karena foto pada surat lisensi mengemudinya dianggap memiliki kesamaan dengan wajah seorang pelaku pencurian jam tangan mewah di sebuah toko lokal. Selama 30 jam ia ditahan sampai akhirnya polisi sadar bahwa mereka sudah melakukan kesalahan.
Waktunya lama penahanan tersebut karena Williams tidak langsung diinterogasi begitu dirinya tiba di Detroit Detention Center. Semalaman ia meringkuk di dalam sel karena interogasi baru dilakukan keesokan paginya.
Setelah polisi mengetahui bahwa mereka salah tangkap, Williams tidak langsung dilepas. Ia harus bersabar menunggu sampai malam tiba sebelum dirinya benar-benar bebas.
Williams bersama dengan keluarganya (Foto: ACLU/YouTube)
Dari pengacaranya yang ditunjuk oleh ACLU (American Civil Liberties Union) Michigan, Williams akhirnya memperoleh informasi lebih lanjut. Ternyata, pemilik toko jam tangan yang menjadi korban pencurian mengirimkan rekaman kamera pengawas ke polisi, yang kemudian dicocokkan dengan database yang tersimpan di dalam sistem facial recognition.
Hasil pemindaian tersebut menunjukkan adanya kecocokan antara foto dirinya (yang tercantum di dalam surat izin mengemudinya) dengan gambar pelaku yang diambil dari rekaman kamera, yang pada akhirnya berujung pada penangkapan dirinya.
Melalui surat aduan resmi yang disampaikan ACLU ke kepolisian, Williams berharap agar departemen kepolisian menyampaikan permintaan maaf di depan publik kepada dirinya dan keluarganya, menghapus seluruh catatan penangkapannya, dan untuk berhenti menggunakan facial recognition dalam menyelidiki kasus kejahatan.
Joy Buolamwini, seorang peneliti MIT yang pernah melakukan studi mengenai bias dalam teknologi facial recognition, mengatakan bahwa apa yang terjadi pada Williams adalah bukti nyata dari bahayanya teknologi tersebut jika digunakan sebagai alat investigasi.
EDITOR: MUCHAMMAD ZAKARIA