Turki, pendukung kuat oposisi Suriah, memberi isyarat bahwa pihaknya kini siap berunding dengan rezim Damaskus. Ankara memutus hubungan diplomatiknya dengan pemerintah Assad pada awal terjadinya perang saudara di Suriah, namun kini mencoba memulangkan jutaan pengungsi asal negara itu.
Merujuk pada hubungan negaranya dengan rezim Suriah, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan belum lama ini mengatakan kepada wartawan bahwa, “dialog politik dan diplomasi antarnegara tidak bisa terputus.”
Awal bulan ini, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengungkapkan bahwa dia baru-baru ini melakukan perundingan dengan menteri luar negeri Suriah.
Cavusoglu mengatakan, ia berbincang singkat dengan Menlu Suriah di sela-sela pertemuan. Ia memberitahu diplomat utama negara itu bahwa Turki percaya akan ada perdamaian antara rezim Assad dengan pihak oposisi. Ia menambahkan, Turki siap membantu dalam keadaan tersebut
Ankara memutus hubungan diplomatiknya dengan Damaskus pada awal perang saudara. Sampai saat ini Erdogan menjadi salah satu pengkritik keras Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Para pemberontak Suriah memprotes hal itu dengan marah. Mereka membakar bendera-bendera Turki ketika mendengar kabar perundingan kedua menlu.
Galip Dalay, pengamat Turki dari Chatham House, mengatakan bahwa para pemberontak Suriah punya alasan yang masuk akal untuk bereaksi demikian, karena pemerintah Turki selama ini merupakan salah satu pendukung militer dan politik terkuat mereka.
“[Ini] buruk bagi oposisi Suriah di Turki. Karena masalah yang mereka hadapi, mereka semakin lama berubah menjadi proksi Turki, dan kini hal itu pada dasarnya akan menghancurkan oposisi Suriah. Tetapi beberapa kelompok yang ada mungkin juga memisahkan antara Turki dan beberapa kelompok-kelompok oposisi Suriah lainnya.”
Pengamat mengatakan Erdogan kemungkinan mencoba memulihkan hubungan dengan Damaskus untuk menyingkirkan pasukan YPG Kurdi Suriah dari perbatasannya. Ankara menuduh YPG memiliki hubungan dengan pemberontakan di dalam Turki.
Menghadapi tekanan publik yang meningkat, Erdogan juga berjanji akan memulangkan jutaan pengungsi Suriah yang melarikan diri ke Turki. Namun duta besar terakhir Turki untuk Suriah, Omer Onhon, mengatakan bahwa Ankara perlu berhati-hati dalam berurusan dengan Damaskus.
“Dari sudut pandang kita, kita pasti perlu merasa aman. Kedua, tentu saja, kita perlu melihat bahwa Suriah aman untuk kembalinya warga Suriah yang berada di Turki dan negara-negara lain. Untuk itu, rezim harus membuktikan bahwa mereka tulus mencari solusi politik yang nyata. Tapi sampai sekarang, itu tidak terjadi,” ujarnya.
Waktu mungkin tidak berpihak pada Erdogan. Ia akan menghadapi pemilihan umum kembali tahun depan sebagai calon petahana dengan angka hasil jajak pendapat yang lemah. Banyak pemilih yang menyebut masalah pengungsi Suriah sebagai salah satu isu yang melemahkannya dalam pemilu nanti.
Tangan Moskow juga bisa menjadi faktor pertimbangan Erdogan, kata Dalay. “Ini persis sejalan dengan visi Rusia tentang Suriah. Intinya, Turki harus berhubungan kembali dengan Damaskus. Untuk mengatasi kekhawatiran Turki di Suriah, Turki harus melewati Damaskus, itulah pesan yang Putin dan Rusia kirimkan ke Turki. Hasilnya, bagaimana Turki akan menindaklanjutinya, adalah sebuah pertanyaan besar, karena Turki memiliki kehadiran militer yang besar di sana [Suriah]. Jadi, Suriah [pasti] akan mendesak penarikan pasukan Turki dari Suriah. Dan ini adalah posisi yang sangat sulit dalam hal kebijakan luar negeri dan dalam negeri [Turki].”
Ankara mengendalikan sebagian besar wilayah Suriah di sepanjang perbatasan Turki, yang direbutnya dalam pertempuran melawan kelompok YPG Kurdi.
Assad telah berulang kali menyerukan penarikan pasukan Turki tanpa syarat dari wilayah Suriah – permintaan yang dapat disampaikan secara langsung oleh Presiden Suriah kepada Erdogan September mendatang, ketika kedua pemimpin tersebut diundang untuk menghadiri pertemuan Organisasi Kerjasama Shanghai. [rd/ka]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.