redaksiharian.comTRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah memberikan sinyal bahwa ekonomi global bakal menghadapi resesi di 2023.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan, tanda-tanda tersebut terlihat dari menurunnya kinerja perekonomian di sejumlah negara maju. Mulai dari China, Amerika Serikat, Jerman, hingga Inggris.

“Hampir semua negara kondisi pertumbuhan kuartal II-2022 itu melemah dibandingkan pertumbuhan kuartal I-2022 dan ini sangat ekstrim. Seperti China, kemudian Amerika Serikat, Jerman, Inggris dan negara lain mengalami koreksi,” ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, (26/9/2022).

“Ini kemungkinan akan berlanjut di kuartal III-2022 dan sampai akhir tahun. Tren terjadinya pelemahan sudah terlihat dan akan terlihat hingga kuartal IV-2022, sehingga prediksi hingga tahun depan termasuk kemungkinan terjadinya resesi akan muncul,” sambungnya.

Menanggapi hal tersebut, Ekonom Center of Economics and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, pemerintah wajib berhati-hati terhadap ancaman ekonomi yang kian nyata.

Menurutnya, jika global benar-benar mengalami resesi, kinerja perekonomian Indonesia sudah pasti akan semakin terdampak.

Neraca perdagangan Indonesia yang selama ini mengalami surplus dalam beberapa bulan berturut-turut, berpotensi akan menjadi defisit.

Resesi global akan membuat indeks dolar AS meningkat, dan membuat harga komoditas yang biasa diimpor oleh Indonesia juga akan meningkat tajam.

Seperti diketahui, banyak barang atau komoditas yang kerap diimpor oleh Indonesia.

“Dengan adanya ancaman resesi ekonomi global, surplus perdagangan yang cukup gemuk itu bisa berubah berbalik arah menjadi defisit perdagangan,” ucap Bhima kepada Tribunnews, Sabtu (1/10/2022).

“Kenapa bisa terjadi? Pertama, karena ancaman resesi ini membuat rupiah lebih melemah terhadap dolar AD. Hal ini bakal mengakibatkan risiko imported inflation,” sambungnya.

Dengan demikian, lanjut Bhima, inflasi akan menyebabkan penurunan daya beli masyarakat dan konsumsi rumah tangga.

Apabila hal tersebut terjadi, banyak sektor industri yang terdampak.

Mulai dari sektor pangan, elektronik, otomotif, pakaian, pariwisata, hingga properti.

“Kalau inflasi tambahan, maka akan berdampak ke konsumsi rumah tangga, padahal sekarang sedang masa pemulihan terganjal kenaikan harga BBM. Ke depan bisa berisiko dari harga pangan dan imported inflation,” papar Bhima.

“Sektor usaha apa yang terdampak? Pangan, elektronik, otomotif, pakaian itu akan terdampak, jadi bisa dikatakan semua sektor akan terpengaruh. Pariwisata juga, masyarakat akan mengurangi belanja rekreasi,” pungkasnya.

Inflasi Sri Lanka Kini Tembus 70,2 Persen, Harga Pangan Melonjak di Atas 80 Persen

Inflasi Sri Lanka Kini Tembus 70,2 Persen, Harga Pangan Melonjak di Atas 80 Persen

Moldova Jadi Negara Miskin Eropa yang Alami Resesi Ekonomi Gegara Rusia Batasi Ekspor Migas

Jokowi Kembali Ingatkan Kondisi Ekonomi 2023 akan Gelap dan Tak Tahu ‘Badai Besarnya’ Seperti Apa

Alasan Harga BBM Harus Naik dan Dampak Negatifnya bagi Masyarakat

Ditanya soal BBM Naik, Ini Jawaban Menkeu Sri Mulyani

Hungaria Akui Sanksi Barat Justru Rugikan Eropa, Inflasi Melonjak, Harga Energi dan Pangan Naik

Kuasa Hukum Sebut Lesti Kejora dan Rizky Billar Belum Bicarakan Perceraian

Kapolri Jenderal Sigit Siagakan Ribuan Personel di Papua untuk Bantu KPK Tangkap Lukas Enembe

4 Jenazah Korban Pembunuhan TPNPB Berhasil Dievakuasi, Tubuh Penuh Luka Bacok dan Hangus Terbakar

Undang Perwakilan Media, Ini Pernyataan Perdana Lukas Enembe, Masih Dirawat, Tak Bisa Banyak Bicara

Seorang Wanita Juru Masak Pekerja Jalan Trans Papua Hilang Diserang TPNPB, 4 Orang Tewas, 9 Selamat

Rizky Billar Aniaya Lesti Kejora 2 Kali karena Ketahuan Selingkuh, Dibanting ke Lantai Kamar Mandi