Heru Sutanto menunjuk ke arah dinding rumahnya yang retak panjang sembari menceritakan bahwa dia dan keluarganya kini hidup dalam kekhawatiran kalau rumah mereka akan rubuh sewaktu-waktu. Dirinya sudah tidak lagi menggunakan kamar tidur yang dimiliki karena ruangan tersebut memiliki keretakan parah pada dindingnya dan rela tidur berhimpitan bersama dengan anak dan istrinya di ruang tamu yang lebih sempit ukurannya.
Heru Sutanto, merupakan salah satu warga perumahan Tipar Silih Asih, Padalarang, Bandung Barat yang rumahnya terkena dampak pembangunan proyek terowongan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Sejak proyek itu dimulai pada akhir 2016, rumahnya yang hanya berjarak sekitar 150 meter dari lokasi proyek mengalami banyak keretakan imbas dari pembuatan terowongan tersebut.
“Ini yang sangat saya khawatirkan. Kalau itu bergeser, asbes-nya juga akan turun (rubuh.red). Makanya disini dipakai jadi gudang lagi. Jadi saya ada dua ruangan yang sudah tidak dipakai untuk anak-anak tinggal daripada anak saya beresiko, mendingan tidur bersama di depan (ruang tamu. red),” ungkap Heru saat diwawancarai VOA.
Sebanyak 113 rumah di perumahan tersebut mengalami hal yang sama dengan rumah keluarga Heru. Salah satunya adalah Eka Susi yang rumahnya juga mengalami kerusakan parah. Eka dan suaminya sudah tidak nyaman lagi menempati rumahnya yang ditinggali sudah sekian lama.
Kepada VOA, Eka mengatakan bahwa dirinya berharap mendapat kompensasi dari pemerintah atau pihak yang bertanggung jawab atas proyek tersebut agar ia dapat pindah ke tempat baru.
“Saya inginnya pindah, karena kedepannya juga saat keretanya sudah jalan kita tidak tahu kan ada dampak getarannya juga ada kan,” terang Eka.
Pembuatan Terowongan dengan Peledak, Berdampak ke Rumah Warga
Sementara itu, Ketua Wahana Lingkungan Hidup Jawa Barat (WALHI Jabar), Meiki W. Paendong yang turut membantu warga Tipar Silih Asih melakukan mediasi dengan pihak Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) dan pemerintah setempat mengatakan bahwa keretakan yang dialami rumah warga tersebut diakibatkan oleh teknik pembuatan terowongan.
“Warga di komplek ini mengalami dampak konstruksi pembangunan terowongan kereta cepat. Karena proses konstruksi pembangunan terowongan kereta cepat ini menggunakan teknik peledakan sehingga berdampak terhadap kerusakan rumah hunian tinggal mereka,” jelas Meiky.
Akibat teknik peledakan tersebut, tanah yang berada di kaki bukit Gunung Bohong tersebut bergerak, sehingga bukan hanya dinding rumah yang retak tetapi juga pondasi rumah yang bergeser.
Beberapa kali warga Tipar Silih Asih dan WALHI Jabar yang diketuai Meiky telah mengadakan pertemuan dengan pihak KCIC dan pemerintah setempat, namun dari awal hingga saat ini belum ada hasil yang mereka harapkan.
Sementara itu, dalam siaran pers yang diterbitkan di website PT. KCIC pada tanggal 1 Juli 2022 lalu, PT. KCIC menyatakan mereka berhasil menembus 13 terowongan dan menyisakan tiga terowongan lagi di sepanjang jalur Jakarta-Bandung.
Box Girder Proyek Kereta Cepat Menutup Jembatan di Bekasi
Pertengahan Juni lalu, warga Curug, Bekasi, Jawa Barat dihebohkan dengan pemasangan box girder atau beton baja yang menjadi penyangga dalam pembangunan jalan layang kereta cepat, yang hampir menutup sebuah jembatan. Ketinggian box girder tersebut hanya menyisakan ruang setinggi 1,7 meter yang hanya dapat dilintasi kendaraan kecil.
VOA mendatangi Jembatan Antelope itu pada pertengahan Agustus lalu, namun jembatan tersebut sudah ditutup oleh pemerintah kota Bekasi.
Salah seorang warga yang enggan namanya disebut mengatakan kepada VOA bahwa ada jembatan baru yang tidak jauh dari lokasi yang lama dan baru beroperasi pada 10 Agustus lalu. Sebelumnya, pengendara motor saja harus menundukkan kepalanya untuk melintas Jembatan Antelope, ungkap warga tersebut.
Pro Kontra Pembuatan Kereta Cepat Tetap Ada, Tapi Harus Diselesaikan
Diwawancarai secara terpisah, pengamat transportasi Darmaningtyas mengatakan pembangunan kereta cepat tentu menuai pro kontra, namun harus tetap dilanjutkan karena jika tidak dilanjutkan akan menjadi beban negara seumur hidup.
“Tentu saja kalau pro-kontra itu kan selalu ada. Orang-orang yang selama ini katakanlah yang lahannya dilalui dan mau tidak mau mereka harus minggir misalnya, mereka juga merasa dirugikan. Tetapi ini sudah keputusan politik. Jadi kalau sudah keputusan politik ya persoalan pro-kontra sudah diabaikan lagi gitu. Bahwa yang harus dijalankan adalah keputusan politik ini harus (tetap) jalan,” ungkapnya Darmaningtyas.
Darmaningtyas sendiri merupakan salah satu orang yang menolak pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Menurutnya transportasi dari Jakarta ke Bandung atau sebaliknya yang saat ini ada, yaitu kereta api tradisional dan bus, dirasa sudah cukup untuk menghubungkan kedua kota tersebut.
Proyek KCJB sendiri merupakan proyek kerjasama antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia dengan China yang kemudian membentuk konsorsium yakni PT KCIC. Proyek yang dimulai pada 2016 ini menghubungkan Jakarta – Bandung sepanjang 142 kilometer. Proyek yang ditargetkan selesai pada 2019 lalu tersebut, belum menunjukkan tanda-tanda kesiapan operasi hingga akhir tahun 2022 ini. Namun, diperkirakan pada tahun 2023 kereta cepat ini akan segera beroperasi.
Hingga artikel ini dibuat, pihak KCIC belum memberikan tanggapan terhadap permohonan wawancara VOA terkait permasalahan ini.
Sementara itu, Heru Sutanto dan tetangganya masih terus was-was dengan kondisi rumah mereka yang terus bertambah parah. [iy/em]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.