RedaksiHarian – Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyatakan program pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang melalui inisiatif segitiga terumbu karang (Coremap-CTI) mampu meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi di Lesser Sunda.
“Rekomendasi kebijakan yang dihasilkan dari program itu dan juga model pengelolaan yang melibatkan masyarakat dapat diadopsi tidak hanya oleh masyarakat, juga oleh pemerintah daerah dan pemangku kepentingan terkait lainnya,” kata Pelaksana tugas Direktur Kelautan dan Perikanan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Sri Yanti dalam lokakarya bertajuk Exit Strategy Coremap-CTI di Badung, Bali, Senin.
Program pentahelix yang didanai oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) senilai 5,2 juta dolar AS atau setara Rp72,8 miliar tersebut, telah dilaksanakan oleh Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) sejak 2020, dan akan berakhir pada Agustus 2023.
Lokasi proyek berada di tiga wilayah, yaitu Nusa Penida di Bali, serta Gili Matra dan Gili Balu di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Coremap-CTI merupakan bagian dari program strategis jangka panjang pemerintah sebagai upaya perlindungan terumbu karang dan ekosistem pesisir prioritas di Indonesia yang telah berlangsung selama 25 tahun.
Kegiatan itu memadukan antara ilmu pengetahuan berbasis kebijakan dan kemasyarakatan berbasis implementasi yang diharapkan bisa menjadi model pengelolaan pesisir di Indonesia.
“Coremap-CTI merupakan upaya nyata dari Bappenas untuk meningkatkan sumber daya laut dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Program itu menghasilkan model pembangunan yang berkelanjutan dan menangani dampak perubahan iklim,” ujar Sri.
Direktur Eksekutif Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), Tony Wagey mengatakan keberhasilan program dapat membantu pemerintah daerah dan masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya laut yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.
Selain itu, program Coremap-CTI sebagai upaya mendukung pencapaian target 30 persen luas kawasan konservasi perairan di Indonesia pada 2045.
“Hasil dari program itu menjadi catatan pembelajaran yang baik bagaimana kita mengimplementasikan kegiatan konservasi ke seluruh Indonesia,” kata Tony.
Salah seorang penerima manfaat yang menjalankan bisnis produk turunan rumput laut di Nusa Penida, Bali Nyoman mengatakan program itu meningkatkan kapasitas para petani rumput laut dalam menghasilkan berbagai produk turunan yang diminati pasar.
Produk-produk turunan dari rumput laut tersebut, di antaranya sabun cair, serum, lotion, hingga sunscreen.
“Kami awalnya tidak tahu bahwa komoditas kami primadona tidak hanya di Indonesia, tetapi di luar negeri banyak yang mengincar,” ujarnya.
Nyoman menjelaskan awalnya pihaknya hanya mampu menghasilkan 30 liter produk rumput laut per hari, sejak kehadiran program itu membuat produktivitas meningkat hingga 150 liter per hari.
Menurutnya, pengalaman dan pelajaran berharga itu dapat menjadi sebuah warisan yang dapat diteruskan kepada anak cucu terkait pengelolaan sumber daya alam dengan tetap melestarikan dan menjaga keindahan laut.
“Kami berharap pekerjaan itu bisa kami wariskan kepada anak cucu dan tidak lagi bergantung terhadap sektor pariwisata,” kata Nyoman.
Selain melakukan kegiatan peningkatan kapasitas untuk masyarakat dalam pengembangan mata pencaharian, Coremap-CTI juga membangun sarana prasarana yang dapat mendukung pengelolaan kawasan konservasi.
Pusat informasi wisata adalah salah satu sarana yang dibangun di Nusa Penida yang mendukung pengembangan wisata dan memberikan informasi tentang pariwisata yang berkelanjutan. Pusat informasi tersebut dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida.