redaksiharian.com – Akademisi dan pegiat media sosial Ade Armando mengaku tidak lagi berani berada di tengah kerumunan orang tak dikenal setelah menjadi korban pengeroyokan pada 11 April 2022.
“Saya tuh juga takut untuk turun lapangan sampai blusukan, (karena) dikeroyok, jadi sampai sekarang saya masih harus berhati-hati berada di kerumunan orang yang saya tidak kenal,” kata Ade dalam program Gaspol! Kompas.com, Kamis (8/6/2023).
Ade pun kini meninggalkan kebiasaannya menggunakan kereta, sebab dia merasa takut ketika berada di tengah-tengah orang yang tak dikenal.
Ia mengaku tidak menyangka bakal dikeroyok oleh orang-orang yang membencinya, meski ia merasa sudah sering ‘diserang’ lewat beragam laporan ke polisi.
“Bayangkan, di depan DPR, kan ruang sangat terbuka, di situ ada polisi pula, dan mereka mengeroyok saya di situ, siapa yang pernah bisa membayangkan itu terjadi? Enggak kan?” ujar Ade.
“Ini pelajaran pahit juga buat saya ya, saya ternyata dibenci banyak orang,” imbuh dia.
Ade meyakini bahwa pengeroyokan terhadap dirinya dilakukan secara sistematis. Ia membantah anggapan yang menyebut pelaku pengeroyokan adalah mahasiswa.
Untuk diketahui, pengeroyokan itu terjadi ketika Ade meliput unjuk rasa mahasiswa menentang wacana perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo menjadi tiga periode di depan Gedung DPR.
Saat itu, Ade sempat diwawancarai oleh media massa terkait kehadirannya di lokasi unjuk rasa. Ia menduga, wawancara ini menjadi petunjuk bagi pembencinya untuk mengetahui keberadaan Ade di depan Gedung DPR.
“Saya percaya digerakkan, ada yang memerintahkan mereka, karena cara mereka memukuli saya itu menurut saya sangat sistematis. Mereka mengerubungi saya, jadi ini bukan pemukulan yang random,” kata Ade.
Kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini menuturkan, pelaku pengeroyokan itu membentuk barikade sehingga tidak ada orang yang bisa menolong dirinya.
“Polisi pun ketika itu menolong saya dengan cara harus mendobrak, jadi kayak ada sebuah tim yang betul-betul mendobrak dengan segala macam alat yang mereka miliki, dan itu pun masih diserang oleh para pengeroyok saya,” ujar Ade.
Ade enggan mencurigai ada kelompok tertentu yang mendesain serangan kepadanya, ia menilai pelaku pengeroyokan itu hanyalah orang-orang yang membenci dirinya.
Mantan dosen di Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia ini juga menegaskan bahwa pelaku pengeroyokan bukanlah mahasiswa.
Sebab nyatanya, Ade tidak mengalami kekerasan apapun ketika sedang meliput jalannya unjuk rasa, yang menurutnya berjalan dengan suhu yang tidak terlalu panas.
“Anda lihat siapa akhirnya yang dibawa ke pengadilan, tidak satupun mahasiswa. Sebagian justru pengangguran, sopir ojek, anak-anak muda, bukan mahasiswa, bukan orang kampus, ada yang tua juga,” kata dia.
Untuk diketahui, kasus pengeroyokan ini telah diputus oleh pengadilan di mana keenam pelakunya dijatuhi hukuman 8 bulan penjara pada pengadilan tingkat pertama, lalu diperberat menjadi 1 tahun penjara oleh Mahkamah Agung.
Para pelaku itu adalah Marcos Iswan, Komar, Abdul Latif, Al Fikri Hidayatullah, Dhia Ul Haq, dan Muhammad Bagja.