RedaksiHarian – Dua kali juara dunia itu menunjukkan ketidaktertarikannya pada format balapan jarak pendek yang diperkenalkan Dorna mulai MotoGP 2023 lalu.
Sprint di satu sisi memang mendatangkan sejumlah keuntungan.
Dari segi penyiar televisi, dapat menambah daya tarik penggemar karena persaingan bisa jadi lebih bertambah menarik.
Sedangkan dari sisi pembalap, pundi-pundi poin yang didapat dari sprint bisa membantu dalam upaya memperbaiki posisi dalam klasemen MotoGP.
Tetapi menurut Stoner, jika membandingkan keuntungan dan kerugiannya, justru lebih banyak bencana.
Penambahan sprint membuat risiko kecelakaan yang dialami pembalap juga meningkat.
Bahkan sepanjang musim 2023 lalu, grid MotoGP tak pernah bisa diisi lengkap oleh para pembalap tim pabrikan. Selalu saja ada yang absen akibat cedera.
Belum lagi tingkat stress pembalap karena harus membagi waktu dengan lebih mepet, sebab sprint digelar pada hari yang sama dengan kualifikasi.
Dari sisi personel tim, mekanik dan segenap kru setiap tim juga menjadi lebih sibuk menyusul beberapa seri balapan ada yang digelar dalam tiga minggu beruntun.
Kondisi yang berat dialami pembalap, satu hal kecil saja mereka mengalami masalah, akhir pekan bisa kacau balau. Situasi inilah yang makin membuat Stoner tidak menyukai adanya format sprint.
“Terlalu banyak hal yang terjadi setiap akhir pekan balapan.”
“Menurut saya, kita (MotoGP) memang berusaha untuk semakin meniru Formula1, hanya saja, di sini kita juga memiliki lebih banyak sistem elektronik (yang rumit di sepeda motor),” kata pembalap asal Australia itu.
Keinginan Dorna membuat MotoGP semenarik Formula1 dengan penambahan sprint sejatinya agak kurang tepat. Sebab F1 sendiri hanya menambahkan format sprint ke beberapa seri saja dalam satu musim, tidak seluruh seri seperti yang diterapkan di MotoGP.
“Sekali lagi, untuk meniru Formula1, Sprint yang menjadi berita besar musim ini. Namun, hal itu seharusnya tidak perlu dilakukan karena MotoGP motornya kencang.”
“Panjang motornya hanya satu setengah meter dan dalam satu tikungan, bisa ada delapan pembalap berdekatan.”
“Sedangkan di F1, hal seperti ini tidak mungkin terjadi. Jadi harusnya tidak perlu meniru mereka dengan sprint,” tandasnya.
Stoner pun berharap format balapan MotoGP akan dievaluasi lagi seperti semula.
“Lebih baik, balapan di race saja, dengan begitu semua pembalap akan lengkap di sadel setiap balapan akhir pekan,” sindirnya.
MotoGP 2024 akan menggelar 22 seri balapan di 22 sirkuit.
Dengan adanya sprint, maka otomatis para pembalap juga akan menjalani 44 kali balapan jika mengkombinasikan sprint di hari Sabtu, dan race di hari Minggu.