RedaksiHarian – Penjabat Bupati Pidie Wahyudi Adisiswanto menyatakan bahwa korban pelanggaran hak asasi manusiaberat di Rumoh Geudong yang telah terdata mencapai 133 orang dari55 kartu keluarga.

“Korban ada yang didasarkan pada KK (kartu keluarga) dan individu. Ada 58 KK dan jumlah orangnya ada 133 orang, ini data untuk korban di Pidie,” kata Wahyudikepada wartawan di Pidie, Aceh, Senin.

Data korban pelanggaran HAM berat tersebut masih bersifat sementaradan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan KeamananMahfud MD telah menyatakan bahwa pendataan korban pelanggaran HAM berat di Rumoh Geudong tersebut masih berlanjut.

Wahyudi mengatakanpara korban yang telah terdata tersebut, sebelumnya saat terjadi konflik di Aceh menerima tindakan berat berupa penyiksaan hingga pembantaian atau pembunuhan.

“Berbagai macam pelanggaran yang dirasakan oleh korban (di Rumoh Geudong), penyiksaan, pembantaian, tubuh korban disetrum dan dibunuh,” ujarnya.

Rumoh Geudong merupakan tempat penyiksaan dan pembantaian masyarakat Aceh pada masa konflik tahun 1989 hingga 1998di Desa Bili, Kemukiman Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie.

Saat ini peristiwa tersebuttelah diakui pemerintah Indonesia sebagai salah satu peristiwa pelanggaran HAM berat.​​​​​​​

Rumoh Geudong juga menjadi tempat kick off penyelesaian nonyudisial kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang rencananya diumumkan oleh Presiden RI Joko Widodo pada Selasa (27/6).​​​​​​​

Wahyudi merasa bangga karena daerah yang dipimpinnya saat ini terpilih menjadi tempat kick off nonyudisial penyelesaian pelanggaran HAM berat dari 12 kasus se-Indonesia, yang tiga kasus di antaranya terjadidi Aceh, yakni Rumoh Geudong, peristiwa Simpang KKA, dan Jambo Keupok Aceh Selatan.

Diaberharap kegiatan tersebut bisa memberikan dampak sosial bagiwargadan PemkabPidie siapmenindaklanjuti berbagai halyang menjadi harapan masyarakat setempat.

“Tidak berhenti pada kick off saja, tetapi kita akan menyampaikan harapan masyarakat Pidie,” ucapWahyudi.