redaksiharian.com – Bank Indonesia (BI) buka suara terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menilai penetapan tarif transfer sistem pembayaran ritel BI FAST tidak transparan dan akuntabel.Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono tak menampik bahwa terdapat prosedur yang harus diperbaiki oleh bank sentral. Namun, otoritas moneter mempercayai bahwa percepatan pembayaran secara digital yang lebih murah dan cepat sangat dibutuhkan di masa yang serba cepat saat ini.

Kendati demikian, Erwin menjelaskan, dalam menentukan besaran biaya transfer BI FAST, BI tidak hanya mempertimbangkan elemen pengembalian investasi, namun juga dengan mempertimbangkan elemen kebijakan dalam menyediakan sistem pembayaran yang murah untuk masyarakat.“Bahwa dalam prosesnya BPK melihat ada yang perlu diperbaiki, ya kami perbaiki,” jelas Erwin saat ditemui di Jakarta Convention Center kemarin, dikutip Jumat (7/10/2022).Seperti diketahui, sistem pembayaran yang digagas BI ini memberikan biaya transfer antar bank sebesar Rp 2.500 per transaksi. Lebih murah dari biaya transfer pada umumnya yang sebesar Rp 6.500 per transaksi.Besaran biaya transfer ini menurutnya justru disambut dengan baik oleh masyarakat karena memudahkan masyarakat melakukan transaksi perbankan.“Di publik semua orang senang dengan harga yang lebih murah dan kemudian proses pemindahan dana dari satu bank ke bank lain selain bisa cepat, realtime, 24/7, murah pula,” ucapnya.

Bank Indonesia pun, kata Erwin sudah membahas temuan BPK secara internal dan berkomitmen untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK.Sebagai gambaran, Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) Semester I Tahun 2022, BPK mengungkapkan meskipun BI telah menetapkan biaya transaksi kredit individual BI FAST melalui Keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia Nomor 23/7/KEP.DpG/2021 tentang Penetapan Biaya Transaksi dalam Penyelenggaraan BI Fast.Namun, BI belum memiliki pedoman baku untuk menghitung biaya transfer dana dan belum memiliki peraturan mengenai tata cara pengenaan biaya transfer dana sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang (UU) Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana.“Akibatnya, biaya transfer BI Fast tidak transparan dan akuntabel,” tulis BPK dalam IHPS Semester I Tahun 2022.Atas temuan tersebut, BPK merekomendasikan agar Gubernur BI memerintahkan Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) berkoordinasi dengan Kepala Departemen Hukum (DHK) untuk menyusun kebijakan harga sistem pembayaran termasuk transfer dana, sesuai dengan amanat Pasal 68 UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana.