redaksiharian.com – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakanpengentasan stunting yang saat ini menjadi salah satu program prioritas Pemerintah sudah lebih dulu diamanatkan di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

“Dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa Indonesia harus memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,” kata Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan BKKBN M. Rizal Martua Damanik dalam acara Global Friendship for Prosperous Families: Zero Stunting for the Nation di Jakarta, Jumat.

Damanik menuturkan sebagai salah satu warga dunia yang menyadari pentingnya kesehatan penduduk, melalui pembukaan UUD 1945 itulah negara berupaya membangun sumber daya manusia yang berkualitas dan menciptakan keluarga sejahtera, yang salah satunya digencarkan melalui program percepatan penurunan stunting.

Program ini juga selaras dengan perjuangan pemerintah untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 tepat ketika 100 tahun Indonesia merdeka.

“Kita harus mempersiapkan anak-anak kita, menjadi penerus bangsa ini dan berperan penting sebagai warga dunia,” ujarnya.

Amanat dalam pembukaan UUD 1945 untuk menghasilkan penduduk berkualitas itu pun, kata Damanik, juga didukung oleh permintaan Presiden RI Joko Widodo yang ingin menurunkan angka stunting menjadi 14 persen di tahun 2024 mendatang.

Sebab sebagaimana yang diketahui berdasarkan hasil perhitungan Survei Status Nasional Indonesia (SSGI) 2022, kita patut bersyukur bahwa prevalensi stunting nasional tahun 2022 telah menunjukkan penurunan menjadi 21,6 persen.

Meski angka ini terbilang turun berdasarkan data yang digarap oleh Kementerian Kesehatan bersama Badan Pusat Statistik (BPS), dan Tim Percepatan Prevalensi Stunting Nasional (TP2AK) di tahun 2021 bahwa angka prevalensi stunting tadinya sebesar 24,4 persen, pemerintah belum puas dengan capaian saat ini.

Presiden meminta percepatan penurunan angka prevalensi stunting ini, dilakukan secara bersama-sama dan juga melibatkan lintas sektor seperti mitra kerja, akademisi, media, dan masyarakat dari berbagai kalangan baik dari tingkat nasional hingga unit masyarakat terkecil yaitu keluarga.

Menurutnya, untuk menurunkan prevalensi stunting, berbagai intervensi dilakukan baik melalui intervensi spesifik maupun intervensi sensitif. Intervensi spesifik dilakukan dengan memberikan makanan bergizi bagi calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui dan anak di bawah dua tahun. Sedangkan intervensi sensitif dengan penyediaan air bersih dan MCK.

Di samping itu, BKKBN juga mengembangkan sebuah program untuk mendukung penurunan stunting di Indonesia yakni melalui program peningkatan usaha keluarga akseptor (UPPKA).

Damanik berharap program UPPKA diharapkan dapat menjadi wadah upaya peningkatan kesejahteraan keluarga termasuk perbaikan gizi keluarga

“Oleh karena itu, kami berharap program ini dapat mendorong partisipasi aktif anda dalam membantu program percepatan penurunan stunting untuk mewujudkan keluarga Indonesia yang sehat dan sejahtera,” kata Damanik.*