RedaksiHarian – Dua musim terakhir di Monster Energy Yamaha sungguh menghadirkan ujian nyata bagi Fabio Quartararo karena kejatuhan yang terjadi dengan cepat.
Dari semula juara dunia pada 2021 dan rutin menang hingga pertengahan musim 2022, El Diablo kini kepayahan untuk sekadar menembus barisan depan.
Berbagai kekurangan yang mendera motor YZR-M1 tak kunjung sembuh karena Yamaha kesulitan untuk menyatukan kepingan puzzle dan mendapatkan keseimbangan yang diharapkan.
Jiwa kompetitif Quartararo jelas tidak rela jika terus-terusan menjadi penghangat kejuaraan.
Untungnya, pintu keluar ada di depannya karena kontrak yang akan rampung dengan Pabrikan Garpu Tala pada akhir tahun ini.
Quartararo dihubung-hubungkan dengan Aprilia yang baru saja unjuk gigi dengan kemenangan dan 1 podium lainnya dalam sprint musim ini.
Aprilia jelas patut dijadikan calon destinasi. Dulunya juru kunci, pabrikan asal Noale jadi pesaing kejuaraan dan selalu mencetak kemenangan dalam dua musim terakhir.
Saat ditanya masa depannya dan potensi bergabung dengan Aprilia pun Quartararo pun mengaku tidak akan memerlukan waktu lama untuk membuat keputusan.
“Segera. Tanggal pasti? Saya tidak tahu tetapi saya tidak akan menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk membuat keputusan,” ucapnya, dinukil dari Crash.net.
“(Keputusan akan diambil) cukup cepat. Kita lihat nanti.”
Namun, apakah sesederhana itu? Jurnalis The-Race, Simon Patterson, dalam ulasannya menyebut ada dilema besar yang sedang dihadapi Quartararo.
Walau Aprilia RS-GP menjadi salah satu motor tercepat, bergabung dengan Aprilia tak memberi 100 persen jaminan sukses bagi Quartararo.
Penyebabnya adalah proses adaptasi dengan motor bermesin V4 bagi Quatararo yang selalu menunggangi motor inline 4 milik Yamaha sejak debut di kelas para raja pada 2019.
Mantan rekan setimnya di Yamaha yaitu Maverick Vinales belum mengalami transisi yang benar-benar stabil dengan 6 podium dalam 27 balapan hari Minggu sejak pindah ke Aprilia.
Selain itu Aprilia bukan pabrikan dengan bujet yang mewah sehingga Quartararo berpeluang besar untuk mendapat pengurangan gaji.
Plus, daya tawar Aprilia juga lebih tinggi karena sejatinya mereka punya line-up pembalap yang mumpuni dari Vinales, Aleix Espargaro.
Quartararo juga bukan satu-satunya opsi karena Aprlia juga menunggu ‘tumbal’ dari persaingan antara dua jagoan lainnya, Jorge Martin dan Enea Bastianini, untuk satu kursi tersisa di Ducati.
Sementara di Yamaha, Quartararo telah menikmati status sebagai pembalap nomor satu.
Kekuatan finansial Yamaha juga lebih mentereng dan ini bukan semata-mata untuk menawarkan gaji tinggi kepada Quartararo yang lebih kangen untuk menang lomba.
Yamaha punya potensi yang tidak terlihat untuk sekarang karenanya.
Dengan sokongan dana yang besar, mereka punya bekal untuk membuat terobosan lebih besar saat regulasi teknis diperbarui pada 2027 dan pengembangan dimulai dari nol lagi.
Fondasi sudah dibangun Yamaha dengan membentuk divisi pengembangan ber-mindset pabrikan Eropa dan memadukannya dengan pengetahuan panjang yang mereka punya di Jepang.
Adaptasi budaya tak terelakkan seiring pergeseran peta kekuatan MotoGP sekarang dengan motor Eropa seperti Aprilia, KTM, dan Ducati sebagai pusatnya.
Quartararo pun telah merasakan perubahan yang diharapkannya dalam cara kerja Yamaha saat ini yang lebih sat-set. Sesuatu yang telah diapresiasinya.
Masih menurut The-Race, Quartararo memegang kunci bursa pembalap MotoGP saat ini. Sampai dia memutuskan, sulit untuk melihat pergerakan lainnya.
Bagi Yamaha, masa menunggu ini memberi mereka waktu untuk menyempurnakan motor baru M1 yang masih lemah dalam grip belakang serta kecepatan satu lap.
Adapun bagi Aprilia, mereka punya waktu lebih banyak untuk menggodok nama-nama yang akan mengisi tim pabrikan musim depan.