Juri di pengadilan Michigan, pada Selasa (23/8), memvonis dua orang pria karena berkonspirasi untuk menculik Gubernur Michigan Gretchen Whitmer pada tahun 2020. Vonis tersebut menjadi kemenangan bagi jaksa dalam kasus rencana penculikan yang digambarkan sebagai bagian dari seruan perang saudara oleh kelompok ekstremis anti-pemerintah ketika itu.
Kedua lelaki tersebut, Adam Fox dan Barry Croft Jr., juga dinyatakan bersalah berkonspirasi untuk mendapatkan senjata pemusnah massal, yaitu bom untuk meledakkan jembatan dan untuk menghalangi polisi jika penculikan di rumah liburan Whitmer berhasil dilakukan.
Croft, yang berusia 46 tahun, yang bekerja sebagai supir truk di Bear, Delaware, juga dihukum karena tuduhan terkait bahan peledak.
Juri berunding kurang lebih delapan jam selama dua hari.
Sidang tersebut merupakan sidang kedua bagi pasangan itu setelah juri pada bulan April lalu tidak berhasil mencapai keputusan setelah berunding selama lima hari. Dua laki-laki lainnya dalam kasus tersebut telah dibebaskan, dan dua lainnya mengaku bersalah dan bersedia bersaksi untuk jaksa.
Vonis tersebut merupakan kemenangan besar bagi Departemen Kehakiman Amerika Serikat setelah hasil mengejutkan yang beragam pada musim semi lalu.
“Anda tidak bisa begitu saja memakai AR-15 dan pelindung tubuh, dan menculik gubernur,” ujar Asisten Jaksa Nils Kessler kepada juri.
“Tetapi itu bukan tujuan akhir para terdakwa. Mereka ingin memicu perang saudara kedua di Amerika, Revolusi Amerika kedua, sesuatu yang mereka sebut boogaloo. Mereka ingin melakukannya sejak lama sebelum akhirnya memilih Gubernur Whitmer.”
Penyelidikan kriminal dimulai ketika veteran Angkatan Darat Dan Chappel bergabung dengan kelompok paramiliter Michigan dan menjadi khawatir ketika mendengar pembicaraan tentang pembunuhan polisi.
Ia setuju menjadi informan Biro Penyidik Federal FBI dan menghabiskan musim panas 2020 untuk mendekati Fox dan lainnya, dan diam-diam merekam percakapan dan berpartisipasi dalam latihan di “rumah tembak” di Wisconsin dan Michigan.
FBI mengubahnya menjadi kasus terorisme domestik besar dengan dua informan lagi dan dua agen rahasia yang tergabung dalam kelompok itu. Bukti menunjukkan kelompok itu memiliki banyak keberatan, terutama terkait pembatasan COVID-19 yang diberlakukan Whitmer pada awal masa pandemi. [em/rd]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.