RedaksiHarian – Sempat dijanjikan tak akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN ), proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung pada akhirnya bisa menggunakan APBN setelah direstui oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi .

Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) merestui itu melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021.

Perpres itu merupakan perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015 mengenai Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung .

ADVERTISEMENT

Dibolehkannya penyertaan modal yang bersumber dari APBN untuk proyek ini menuai kritik dari banyak pihak, salah satunya Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel.

Rachmat Gobel mengatakan, seharunya APBN tidak digunakan untuk pembiayaan kereta cepat karena sejak awal pun kesepakatannya adalah business to business.

Namun, kejanggalan soal proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tidak hanya berhenti pada soal pendanaan. Baru-baru ini, Faisal Basri menyoroti soal urgensi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung itu sendiri.

Menurutnya, kehadiran kereta cepat di banyak negara biasanya ditujukan sebagai substitusi (pengganti) transportasi pesawat.

“Karena pesawat itu tidak bisa ditambah terus, karena lalu lintas di udara harus dijaga. Jadi ini (kereta cepat) adalah substitusi dari pesawat. Nah, kalau ke Bandung, kan, bukan substitusi pesawat (karena sudah banyak opsi transportasi lain),” katanya dikutip Pikiran-rakyat.com dari kanal Youtube Akbar Faizal Uncensored pada 23 Desember 2021.

Selain itu, letak stasiun kereta cepat yang jauh dari pusat kota juga dikritik Faisal Basri . “Kereta cepat itu salah satu kelebihannya adalah stasiun yang terletak di tengah kota sehingga kita mengirit (waktu) perjalanan dari titik awal ke bandara yang bisa memakan waktu satu jam,” ucapnya.

Sementara pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, letak stasiun relatif jauh dari pusat kota. “Adanya di Halim (Jakarta) dan Tegalluar (Bandung), sekarang ditambah lagi Padalarang. Jadi, tidak berhenti di tengah Kota Bandung. Dan ujung-ujungnya lebih lambat dari kendaraan pribadi, lebih lambat juga dari pesawat,” ucap Faisal Basri .

Berkaca dari berbagai kejanggalan itu, Faisal Basri menilai bahwa Kereta Cepat Jakarta-Bandung bukan proyek transportasi. “Tapi, proyek properti. Di Tegalluar ada properti besar. Di Walini ada proyek yang akan dikembangkan jadi pariwisata, jadi bukan murni proyek kereta cepat,” tuturnya.***