redaksiharian.com – ng mencuri antena parabola VSAT (very small aperture terminal) milik PT Lintasarta, di Bomou, Kabupaten Deyai dan juga di Piyakademi di Paniai, semuanya di Papua . Sayangnya pecah sehingga tidak bisa digunakan lagi.
Ada juga yang mencuri solar panel yang mahal harganya. Padahal peralatan-peralatan tadi digunakan untuk menangkap sinyal dari satelit dan sumber tenaga listrik bagi BTS (base transceiver station) di kawasan 3T: tertinggal, terdepan, dan terluar di Papua, untuk layanan telekomunikasi kawasan terpencil.
Vandalisme dan pencurian peralatan telekomunikasi di Papua – dan di kabupaten lain – sering terjadi. Kadang kala barang yang dicuri harganya mahal, tetapi tidak bisa dijual karena sangat spesifik seperti feed horn, BUC (block up converter) dan LNB (low noise block).
Juga serat optik yang dikira pencuri adalah kabel tembaga yang bisa dijual kiloan.
“Pencurinya tertangkap, namun bouwheer-nya (mereka yang menyuruh mencuri dan menadah hasilnya), tidak tertangkap,” kata Haerudin dari Lintasarta, salah satu anggota konsorsium pembangunan BTS di Papua.
Pencurian dan perusakan juga terjadi saat BTS sedang dibangun, sehingga acapkali target pembangunan tidak selesai, yang sangat merugikan sekitar 26,5 juta penduduk kawasan 3T.
Tidak hanya itu, gangguan keamanan kelompok bersenjata juga membakar dan menghancurkan semua perangkat yang ada membuat layanan telekomunikasi untuk masyarakat musnah.
Perlu waktu yang lama, biaya yang tidak sedikit untuk membangun kembali kompleks BTS itu, sementara masyarakat sekitar dirugikan karena mereka akan kembali terkucil dari dunia luar.
BTS membuka isolasi di kawasan 3T, menghubungkannya ke dunia luar lewat perangkat komunikasi BTS yang berhubungan dengan satelit.
Sinyal-sinyal yang masuk dari sateilit disebarkan ke ponsel-ponsel penduduk sehingga mereka bisa menghubungi dunia luar, atau sebaliknya, dari ponsel ke BTS diteruskan ke satelit untuk dikirim ke BTS tujuan nun jauh di sana.
Tidak hanya ponsel, sinyal BTS bisa digunakan untuk aktivitas internet . Pelajar bisa mengakses informasi dari mana saja terkait pelajaran sekolahnya, seperti halnya saudara-saudara mereka di perkotaan yang mengunduh pelajaran lewat internet sehingga tingkat pengetahuan pelajar di kawasan 3T bisa setara dengan saudaranya di perkotaan yang dilimpahi sinyal selulernya.
Begitu strategisnya peran BTS di 3T dan begitu gemarnya penjahat mencuri perangkat BTS, Bakti Kominfo dan konsorsium yang membangun BTS merekrut penduduk setempat menjadi penjaga.
Mereka, para site keepers, bukan melakukan perawatan atau perbaikan perangkat BTS, tetapi hanya menjaga dari luar kawasan BTS yang dikurung pagar tinggi, dan melaporkan jika terjadi gangguan, misalnya perusakan atau pencurian perangkat.
Babi hutan
Bukan hanya pencuri yang mencopot atau merusak BTS, babi hutan pun tidak segan menghancurkan pagar besi dan kawat berduri BTS setinggi tiga meter itu.
Sifat babi hutan selalu menggunakan jalan yang sama ketika berangkat dan pulang mencari makan. Ketika di rintisan jalannya ada bangunan, mereka tidak segan menyeruduk, menghancurkan penghalang jalannya.
Warga berbagai kampung Papua dididik menjadi penjaga BTS, dan mereka umumnya tinggal di dekat BTS. Di antaranya pemilik atau bekas pemilik tanahnya.
Seperti Matheus Jenda (38), penjaga BTS kawasan hutan dan perbukitan di Klagana, Aimas, Kabupaten Sorong, Papua Barat, yang ikut “kursus kilat” tiga hari yang dimulai Kamis (20/10), sebagai penjaga BTS di tanah keluarganya.
Ia diberi pengetahuan tentang apa isi satu halaman seluas kira-kira 400 meter persegi itu.
Pekerjaan yang memberi penghasilan tetap ini menjadi berkah baginya, kerjanya enteng, walau rumahnya di balik bukit sejarak 150 meter dari BTS.
Gajinya sebagai penjaga bisa menutup sebagian biaya pulsa dan data baginya, istrinya dan tiga anaknya yang sekolah di Aimas, 15 kilometer dari Klagana.
Sehari-hari Matheus berladang kebun pisang yang beberapa hari sekali hasilnya dijual ke pasar.
Berbekal Samsung A3 yang dibelikan istri, guru SD, ia bisa mengecek harga di pasar Aimas sebelum pergi. Tanpa itu, acapkali ia pulang dengan tangan kosong atau pisangnya dibeli murah.
Sebulan ia menghabiskan uang Rp 120.000 untuk paket seluler Telkomsel, belum lagi untuk istri dan ketiga anaknya yang sudah sekolah.
Keberadaan layanan seluler generasi keempat (4G) di kawasan 3T turut membantu ekonomi keluarganya.
Berbagai kemudahan komunikasi membuat semua kegiatan ekonomi, belajar mengajar dan juga layanan kesehatan dan kepemerintahan setempat serta keamanan, makin mudah saja.
Senjata rakitan
Anton Buarlila yang rumahnya sebelah BTS di Klagana, mengojek selain berkebun pisang dan pemburu babi – profesi sampingan karena babi jadi hama – membuatnya hidup lebih nyaman walau biaya sehari-hari tampaknya lebih mahal dibanding, penduduk Kebumen, Jawa Tengah.
“Di sini sayur seikat harganya Rp 15.000 – Rp 20.000, beras kualitas standar Rp 13.000,” katanya.
Pisang yang dijual ke pasar dua minggu sekali bisa memberinya pendapatan sejuta rupiah, juga menjual daging babi hasil buruannya.
Kata seorang petugas konsorsium yang bekerja untuk Bakti Kominfo, harga seekor babi setelah dibersihkan dan dipotong-potong bisa lebih dari Rp 10 juta.
Anton punya sepeda motor, listrik PLN 1.300 watt digunakannya untuk pendingin daging, kulkas, tetapi tanpa televisi karena tidak terjangkau sinyal.
Ia bukan orang sembarangan, ponselnya saja Infinix yang dibelinya seharga Rp 4,8 juta, istri dan dua anaknya pakai Samsung ada Vivo, yang sebulan masing-masing menggunakan data dan pulsa Rp 120.000.
Menjaga kebunnya yang sering diganggu babi, ia punya dua senjata laras panjang. Satu senapan angin dan senapan rakitan yang peluru tajamnya bisa membunuh babi seberat seratus kilogram dengan sekali tembak.
Kami sedang berbincang santai di teras rumahnya ketika tiba-tiba mukanya tegang. Ada suara khas sekelompok babi terdengar dari kebunnya, dan kami pun tidak lagi dia perhatikan.
Mengambil senapan, ia lalu lari ke kebun di seberang rumahnya, tak sampai sejam kemudian ia muncul dari hutan sambil menyandang senjata, tak ada babi di tangannya.
“Kabur. Seekor jantan seekor betina,” katanya santai, tidak tegang lagi.