redaksiharian.com – Amerika Serikat (AS) menuduh China telah memata-matai wilayahnya dari Kuba , yang letaknya berdekatan dengan Negeri Paman Sam itu, selama beberapa waktu. Washington bahkan menyatakan Beijing telah meningkatkan fasilitas pengumpulan intelijen di Havana yang didirikan sejak tahun 2019.

Seperti dilansir Reuters, Senin (12/6/2023), pernyataan itu disampaikan seorang pejabat pemerintahan Presiden Joe Biden , yang enggan disebut namanya, setelah media terkemuka Wall Street Journal (WSJ) melaporkan bahwa China mencapai kesepakatan rahasia dengan Kuba untuk membangun pangkalan mata-mata.

Laporan WSJ pekan lalu menyebut fasilitas penyadapan elektronik Beijing akan dibangun di Kuba berjarak hanya 160 kilometer dari wilayah Florida, AS. Laporan itu dibantah oleh pemerintah Kuba dan China, dengan otoritas Washington menyampaikan keraguan atas laporan media itu.

Disebutkan oleh pejabat pemerintahan Biden itu bahwa karakterisasi media ‘tidak sesuai dengan pemahaman kami’. Namun dia tidak menyebut bahwa laporan itu salah, dan tidak menanggapi secara jelas soal apakah memang ada upaya dari China untuk membangun fasilitas penyadapan terbaru di Kuba.

Pejabat AS itu hanya menyebut bahwa isu semacam itu sudah ada sebelum Biden menjabat, sama seperti upaya Beijing untuk memperkuat infrastruktur pengumpulan intelijen di seluruh dunia.

“Ini merupakan masalah yang sedang berlangsung, dan bukan perkembangan terbaru,” sebut pejabat AS itu.

“RRC (Republik Rakyat China) melakukan peningkatan fasilitas pengumpulan intelijennya di Kuba pada tahun 2019. Ini didokumentasikan dengan baik dalam catatan intelijen,” tegasnya.

Lihat juga Video ‘Tegang! Kapal Perang China ‘Potong Laju’ Kapal Penghancur AS di Selat Taiwan’:

Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.

Saat dimintai komentar, seorang pejabat Kedutaan Besar China di AS merujuk pada pernyataan pada Jumat (9/6) pekan lalu yang dirilis juru bicara Kementerian Luar Negeri Beijing, yang menuduh Washington ‘menyebarkan rumor dan fitnah’ dengan membahas soal pangkalan mata-mata di Kuba dan menjadi ‘kekaisaran peretas paling berpengaruh di dunia’.

Pemerintah Kuba belum memberikan komentar resmi. Namun Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Carlos Fernandez de Cossio, pada Kamis (8/6) lalu, menyebut laporan WSJ sebagai ‘kebohongan total’ dan menyebutnya sebagai rekayasa AS yang dimaksudkan untuk membenarkan embargo ekonomi puluhan tahun.

Havana menegaskan menolak semua kehadiran militer asing di wilayahnya.