Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengucapkan terima kasih kepada Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani atas kepemimpinan dan kemitraan pribadinya untuk memajukan usaha-usaha penting G20 selama masa yang penuh tantangan bagi ekonomi global. Ia mengemukakan itu dalam konferensi pers di Bali, Kamis (14/7).
“Kami baru-baru ini melihat hasil dari upaya kami ketika Dewan Bank Dunia menyetujui pembentukan dana baru yang penting untuk mengisi kesenjangan dalam kesiapsiagaan dan pencegahan pandemi. Ini adalah sesuatu yang sangat dianjurkan baik oleh Menteri Mulyani maupun saya, bersama dengan banyak lainnya. Dan saya bangga bahwa Amerika Serikat akan memberikan $450 juta sebagai kontribusi awal untuk membantu meluncurkan mekanisme pembiayaan penting ini,” katanya.
Dana baru yang dimaksud Yellen adalah sumbangan Financial Intermediary Fund (FIF) untuk Kesiapsiagaan, Pencegahan, dan Penanggulangan Pandemi (PPR).
Ia mengatakan, pandemi COVID-19 telah menyebabkan konsekuensi kemanusiaan dan ekonomi yang menghancurkan, dan kemungkinan tidak akan menjadi pandemi yang terakhir. Kolaborasi kesehatan dan keuangan yang lebih kuat antarnegara akan meningkatkan kesiapan dalam menanggapi keadaan darurat kesehatan global di masa depan.
Sebelumnya, Sri Mulyani mengatakan dana yang terkumpul dari FIF untuk PPR telah mencapai $1,1 miliar. Ia mengatakan, sesuai arahan Presiden Jokowi, Indonesia sebagai Presidensi G20 memprioritaskan agenda bidang kesehatan global. Dalam konteks ini, katanya, Presidensi G20 Indonesia berkomitmen tidak sekadar mendukung, tetapi juga berkontribusi pada proposal pendirian FIF.
“Dengan senang hati saya sampaikan bahwa komitmen kontribusi sejumlah hampir $1,1 miliar telah diamankan untuk FIF guna pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi. Angka tersebut sudah termasuk termasuk kontribusi sebesar $50 juta dari Indonesia,” kata Sri Mulyani dalam sambutannya di Pertemuan Pertama Menteri-menteri Keuangan dan Kesehatan G20, Selasa malam lalu.
Yellen Soroti China dan Sri Lanka
Terkait Sri Lanka, Yellen mengatakan, China adalah kreditor “sangat penting” bagi Sri Lanka dan kemungkinan akan menjadi kepentingan kedua negara jika China berpartisipasi dalam restrukturisasi utang Sri Lanka.
Yellen mengatakan ia akan mendesak anggota-anggota lain G20 untuk menekan China agar lebih kooperatif dalam upaya yang telah lama terhenti untuk merestrukturisasi utang negara-negara yang mengalami kesulitan utang, termasuk Sri Lanka.
Sri Lanka berutang setidaknya $5 miliar ke China meskipun beberapa perkiraan menyebutkannya hampir dua kali lipat dari jumlah itu. India juga telah meminjamkan $3,8 miliar ke Sri Lanka sementara Jepang setidaknya $3,5 miliar, menurut Dana Moneter Internasional (IMF). Sri Lanka, menurut IMF, juga berutang sekitar $1 miliar ke beberapa negara kaya lainnya.
“Sri Lanka jelas tidak mampu membayar utang-utang itu, dan saya berharap China bersedia bekerja sama dengan Sri Lanka untuk merestrukturisasi utang itu,” kata Yellen dalam konferensi pers di sela-sela pertemuan pejabat keuangan G20 di Bali.
Ia menolak berkomentar tentang kejadian baru-baru ini di Sri Lanka, di mana orang-orang menunggu pengunduran diri Presiden Gotabaya Rajapaksa, yang telah meninggalkan negara itu untuk menghindari pemberontakan rakyat sewaktu negara menghadapi krisis ekonomi.
Sri Lanka gagal membayar utang internasionalnya senilai $51 miliar pada Mei lalu setelah mendapatkan pinjaman besar-besaran dan melakukan pemotongan pajak selama bertahun tahun, serta terdampak pandemi COVID-19.
Yellen menyalahkan China karena tidak bekerja sama dalam upaya memberikan keringanan utang di bawah Kerangka Kerja Bersama yang diadopsi oleh anggota G20 dan kreditor resmi Klub Paris pada Oktober 2020 untuk membantu negara-negara berpenghasilan rendah yang berutang besar mengatasi pandemi COVID-19. (ab/uh)
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.