redaksiharian.com – Ketua ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) Arsjad Rasjid memimpin komitmen untuk pembangunan berkelanjutan di sektor bisnis dan swasta di seluruh negara anggota ASEAN melalui inisiatif-inisiatif inovatif dan kolaborasi dengan para pemangku kepentingan.
Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), pemimpin ASEAN telah sepakat bahwa pembangunan berkelanjutan menjadi visi bersama yang mencakup pengurangan emisi karbon, promosi industri hijau, dan pemanfaatan energi terbarukan, seperti kendaraan listrik (EV).
Arsjad juga menyampaikan bahwa pembangunan berkelanjutan di ASEAN adalah hal yang perlu dilakukan, begitu juga secara global. Pembangunan berkelanjutan akan mengurangi dampak dari ancaman perubahan iklim yang dibarengi dengan komitmen antara berbagai pihak untuk membuat ekosistem industri, ekonomi, usaha, serta lingkungan yang berkelanjutan dan hijau.
Selain KTT ASEAN, prioritas untuk memprioritaskan pembangunan berkelanjutan juga diadvokasi pada pertemuan G7 di Hiroshima, Jepang. Secara global, pembangunan berkelanjutan menjadi kebutuhan untuk menciptakan ekosistem yang lebih baik dan lebih hijau bagi ekonomi, industri, lingkungan, serta masyarakat.
Negara-negara di wilayah ASEAN yang rentan terhadap perubahan iklim juga sepakat untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan sebagai isu utama. Kerja sama dengan sektor bisnis dan swasta pun dinilai sangat penting dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Oleh karena itu, ASEAN-BAC sepenuhnya berkomitmen untuk mendukung upaya tersebut.
Komitmen ASEAN menuju pembangunan berkelanjutan dan net zero
Policy Manager untuk Sustainable Development Working Group Radju Munusamy menyatakan bahwa ada tiga prioritas utama untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan, yaitu mengembangkan pemahaman dan kerangka kerja bersama untuk net zero, memanfaatkan sustainable financing, serta memungkinkan transisi energi yang adil dan terjangkau.
ASEAN, kata Radju, sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim sehingga penting bagi negara-negara ASEAN untuk bekerja sama memiliki sebuah rencana aksi bersama yang dapat diadopsi dan diimplementasikan oleh para pemangku kepentingan dalam perjalanan mencapai net zero.
“Melalui kepemimpinan ASEAN-BAC, ASEAN Taxonomy Versi 2 menuju net zero telah dirilis pada Maret 2023 dan dirancang untuk memungkinkan transisi yang adil menuju adopsi keuangan berkelanjutan oleh negara anggota ASEAN. Hal ini akan membantu menyelaraskan klasifikasi kegiatan dan aset berkelanjutan di seluruh ASEAN,” tegas Radju dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (23/5/2023).
Sebagai upaya konkret, ASEAN-BAC telah meluncurkan proyek-proyek berkelanjutan untuk mendukung bisnis dalam mengurangi emisi karbon dan bertransisi ke masa depan yang berkelanjutan. Inisiatif-inisiatif ini termasuk ASEAN Net Zero Hub dan ASEAN Carbon Center of Excellence.
“ASEAN Net Zero Hub memberikan platform bagi para pemangku kepentingan untuk bertukar pengetahuan dan praktik terbaik dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencapai netralitas karbon. Kolaborasi antara pemerintah, bisnis, dan masyarakat sipil ini mendorong dekarbonisasi di sektor industri ASEAN,” papar Legacy Lead untuk ASEAN Net Zero Hub Muhammad Yusrizki.
Legacy Lead untuk ASEAN Carbon Center of Excellence Dharsono Hartono menyoroti signifikansi proyek tersebut. Ia menyatakan, ASEAN Carbon Center of Excellence memfasilitasi pertukaran pengetahuan dan praktik terbaik tentang solusi berbasis alam dan perdagangan karbon.
“Dengan membangun jaringan yang kuat antar-pelaku pasar, kami mendorong tujuan iklim ASEAN dan mempromosikan ekonomi hijau melalui solusi berbasis alam,” tutur Dharsono.
Arsjad kembali menjelaskan, melalui proyek-proyek berkelanjutan tersebut, ASEAN-BAC menunjukkan komitmennya dalam mendorong industri yang berkelanjutan dan hijau. Untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan, promosi pembangunan berkelanjutan di sektor swasta sangat penting dilakukan.
“Transisi membutuhkan komitmen besar dan harus kita bayar mahal. Namun, memang harus kita lakukan karena manfaatnya akan dirasakan oleh anak cucu kita di masa mendatang. Terlebih, ASEAN menyumbang sekitar 8 persen emisi karbon global dan termasuk dalam kawasan yang rentan terhadap perubahan iklim. Karena itu, kita harus ambil tindakan dari sekarang,” ujar Arsjad.
Investasi antar-sesama negara di kawasan dan mitra dagang ASEAN penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan
Untuk menjalin kemitraan dan tindakan konkret terhadap inisiatif-inisiatif tersebut, ASEAN-BAC telah melibatkan delapan negara, yakni Singapura, Malaysia, Filipina, Vietnam, Kamboja, Brunei, Myanmar, dan Britania Raya.
ASEAN-BAC juga telah menyelenggarakan Roadshow ASEAN ke Malaysia, Filipina, Vietnam, Kamboja, Brunei, dan Myanmar. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan integrasi regional dan menjadikan negara-negara ASEAN sebagai pusat utama EV.
Dari roadshow tersebut, didapati bahwa upaya bersama Indonesia, Filipina, dan Vietnam yang menyumbang 31 persen produksi nikel global memiliki potensi mengendalikan lebih dari 50 persen cadangan nikel. Hal ini memperkuat posisi ketiga negara tersebut di industri EV.
Kemudian, Brunei dengan lokasinya yang strategis di Pulau Borneo memiliki visi besar untuk menjadi pusat hijau yang menonjol di ASEAN. Visi ini diwujudkan dengan memprioritaskan pembangunan berkelanjutan melalui pengembangan ekosistem rendah karbon dan solusi berbasis alam.
Kamboja memiliki pasar EV yang berkembang pesat dan telah memberlakukan insentif untuk mengurangi bea masuk kendaraan listrik. Kebijakan ini menjadikan harga EV sekitar 50 persen lebih murah daripada kendaraan konvensional.
Myanmar dengan cadangan mineral langka, seperti disprosium dan terbium, yang melimpah dan sangat penting untuk pembuatan EV agar berbobot ringan memiliki potensi besar untuk memberikan kontribusi yang signifikan bagi upaya pembangunan berkelanjutan di wilayah ini.
Selain itu, ASEAN-BAC juga telah melakukan roadshow di berbagai negara mitra ASEAN, termasuk Britania Raya. Dalam upaya ASEAN dalam mencapai pembangunan berkelanjutan, ASEAN-BAC mengundang para pengusaha Britania untuk berinvestasi dalam pengurangan karbon.
Dengan memanfaatkan prestasi dan pengalaman Britania Raya sebagai pionir karbon sukarela yang diinisiasi oleh Bank of England, Britania Raya menjadi pintu gerbang bagi ASEAN-BAC untuk mencapai negara-negara Eropa.
“Pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan haruslah beriringan. Apa yang baik untuk bisnis dan peningkatan kesejahteraan masyarakat harus baik juga bagi kelangsungan planet kita. Karena itu, ASEAN-BAC mendorong sektor swasta untuk ikut menciptakan perekonomian regional yang lebih hijau dan maju,” kata Arsjad.
Selain roadshow, salah satu strategi untuk terus menjalin kemitraan dengan para sektor bisnis dan swasta di dalam dan luar ASEAN adalah penyelenggaraan ASEAN Business Investment Summit (ABIS) dan ASEAN Business Awards (ABA) 2023 pada 3-4 September 2023.
Dalam ABIS 2023, akan ada berbagai acara, seperti forum investasi, diskusi panel dengan tokoh penting dan pemimpin dunia, CEO, serta pertemuan bilateral dan multilateral. Sementara, ABA 2023 akan menjadi wadah penghargaan bagi sektor bisnis dan swasta di ASEAN melalui 8 pilar penghargaan dan 13 kategori penghargaan.