redaksiharian.comPIKIRAN RAKYAT – “Dalam bahasa Sunda, ‘anjing’ berfungsi sebagai koma dan ‘goblog’ sebagai titik,” ujar Budi Dalton, Budayawan Tanah Pasundan. Ungkapan itu kemudian menjelma jadi guyonan populer ringan yang dianggap bukan perkara serius. Lantas bagaimana jika kebiasaan berbicara kasar terlontar dari mulut anak – anak ?

Sebagaimana pengakuan H (12), ada kepuasan tersendiri ketika memuntahkan kata-kata kasar apabila kalah bermain game online atau gim daring Free Fire. Lewat gawainya, anak yang kini duduk di bangku salah satu sekolah menengah pertama (SMP) di Kota Bandung itu setiap hari “bertempur” di medan perang digital.

Jika karakter bersenjatanya tewas tertembak lawan dalam peperangan lalu timnya kalah, H tak kuasa mengontrol emosi. Sekepal tinju kecilnya pun siap melayang ke arah benda-benda di dekat dia.

“Kalau kalah sih marah-marah, ngomong kasar, ngomong ‘anjing’, ‘goblok’. Musuhnya soalnya pada curang. Saat kalah, ya kesal, bisa sampai nonjok tembok,” kata H sambil tertawa di pos ronda tempat biasa dia bermain gim online, Rabu, 24 Mei 2023.

Baca Juga: Ada Game Online Simulasi Perbudakan di Brasil, Google Dikecam

Bel tanda usainya jam sekolah berdentang pukul 13.00, H pulang ke rumah naik angkot atau memesan ojek online. Tiba di kamarnya, H gegas berganti kostum pergi ke basecamp pemain Free Fire lainnya yang tak jauh dari rumahnya di Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung .

Di pos kamling yang memang biasa dijadikan tempat mereka bermain, H berseloroh bagaimana gim daring memengaruhi kehidupannya. Mulai bermain gim sejak duduk di kelas 4 SD, bocah yang belum lama ini digunduli ayahnya gegara membeli akun Free Fire memakai jatah lebih uang jajannya itu sangat antusias menceritakan pengalamannya.

Sesekali memegangi kepalanya yang tertutup topi hitam, H tak menampik sangat menggandrungi Free Fire. Meski sempat menjajal beberapa gim seperti Mobile Legends, H akhirnya menjatuhkan pilihan dan memantapkan hatinya untuk menjadi pemain Free Fire amatir.

“Pernah waktu kemarin beli akun FF Rp50.000. Dimarahi karena pakai jatah uang jajan buat dua hari,” kata H sambil tersenyum simpul mengingat momen sang ayah mencukur gundul rambut hitam lurusnya.

“Waktu itu mau aja beli, enggak mikir apa-apa. Terus kan pernah dulu punya akun tapi di banned sama Garena (game developer), sama yang punya game-nya,” tuturnya.

Baca Juga: Bertemu di Game Online, Gadis 9 Tahun Diculik Pria Jepang Lalu Dikurung Lebih dari 2 Hari

Berdasarkan Kesaksian ibu H, Dewi (43), keranjingan gim daring bukan hanya terjadi pada anaknya. Nyatanya, ada saja sejumlah keluhan warga salah satu kampung di Kecamatan Coblong, Kota Bandung terkait gim daring itu.

Menggantikan ayahnya yang merupakan pengurus RT setempat menerima laporan saat sedang berhalangan, menurut Dewi fenomena kecanduan gim daring sudah ada sejak lama.

Dewi yang telah menetap di kampung itu selama 20 tahun, hidup bersama suami dan tiga anaknya. Dia tak menampik dua di antaranya memang sudah kecanduan gim daring. Terutama si anak tengah, H.

“Kayaknya kalau yang dua ( anak kedua dan ketiga) itu mungkin sudah kecanduan. Pokoknya nggak lepas dari HP sehari-harinya. Kalau dia melakukan kesalahan, terus HP disita dulu, langsung suka kalang-kabut dan gelisah,” kata Dewi.

Salah satu efek dari bermain gim daring itu pun terasa dan terlihat betul oleh Iwan, suami Dewi. Dia mengatakan kerap kali mendengarkan H berkata kasar saat bermain gim. Bahkan, di luar pengawasannya gaya bicara itu semakin menjadi-jadi.

Iwan mengaku dapat bisikan dari tetangga kampungnya, H dan teman sebaya sangat mudah melontarkan kata kasar layaknya di kalangan bergaul orang dewasa.

“Awal-awal sering diberi teguran soal bicara kasar. Tapi lama-lama memaklumi saja karena mereka bicara seperti itu dengan sebayanya, yang penting kebiasaan itu tidak terbawa saat berbicara dengan orangtua,” ucap Iwan.

Baca Juga: 5 Cara Bersosialisasi Meski di Rumah Saja, dari Main Bareng Game Online hingga Virtual Traveling

Iwan tidak segan memberi hukuman dengan menyita gawai yang biasa H gunakan untuk main gim daring. Namun, pria yang bekerja sebagai teknisi mesin di salah satu restoran di Bandung tersebut mengatakan bahwa si anak punya seribu cara lolos dari sanksinya.

“Ketika HP-nya disita, dia memang suka mencari sendiri kokolotrak (menggeledah), takutnya itu jadi kebiasaan kalau lagi ada di rumah orang lain,” ucapnya.

Kegelisahan lain datang dari Dian (39), ibu A, teman main H. Kultur bahasa kasar akibat keranjingan gim memantik cemas putra bungsunya tertular kebiasaan negatif.

“Marah-marah sih nggak, cuma sering ngomong sama orang yang ada di HP, tapi yang main kayak suara orang gede. Aku bilang ‘kamu maen sama siapa?’, ‘ini lagi mabar (main bareng)’ kata dia gitu. ‘Kok bahasanya kaya gitu?’ sok keluar, tong maen-maen nu kitu (jangan main begituan),” ucap Dian kepada wartawan Pikiran-Rakyat.com di rumahnya, di Kecamatan Coblong, Bandung , pada Rabu, 24 Mei 2023.

Tak ingin anaknya terpapar tutur kata kasar, Dian pernah menasehati A supaya bermain gim seorang diri. Namun tentu nyala semangat dan antusiasme A akan berpijar jika memainkannya beramai-ramai. Meski awalnya kaget dengan gaya interaksi kawan main daring sang putra, Dian kini telah terbiasa.

Selama 15 tahun bermukim, Dian mengatakan pola main anak – anak di lingkungan tempat tinggalnya saat ini memang berporos pada permainan digital. Pos ronda mendadak jadi basecamp lantaran sumber wifi tertangkap dari banyak rumah warga. Akses cuma-cuma ke internet itu kian membuat keranjingan A dan teman sebayanya bermain gim semakin paripurna.

Tak jarang, sepulang sekolah anak – anak sudah berkumpul di pos, mampir ke rumah hanya untuk mandi dan salat Maghrib kemudian lanjut mabar sampai malam. Menurut Dian, dia tak bisa lantas melarang anaknya bergabung, terutama karena aktivitas itu tak pernah mengganggu kegiatan belajar dan bersekolah sampai saat ini.

Kebiasaan anak bertutur kata kasar tak terlepas dari keleluasaan anak dalam mengakses konten yang tak terbatas di internet. Kini, menjamurnya konten siaran gim daring di berbagai platform menjadi hiburan jenis baru yang ramai digemari.

Indonesia menjadi negara dengan jumlah pemain gim daring terbanyak kedua di seluruh dunia, menurut data dari We Are Social per April 2023. Memiliki gap persentase yang dekat, Indonesia dengan angka 93,4 persen berada setelah Filipina (95,9 persen).

Sementara itu, survei dari tSurvei.id oleh Telkomsel pada Agustus 2022 menunjukan, PUBG menjadi gim daring dengan pemain terbanyak kedua di Indonesia. Peringkat pertama diduduki Mobile Legends dengan 67 responden memainkan gim ini, PUBG dengan persentase 28 persen, Clash of Clans 24 persen, Free Fire 17 persen, e-Football PES 2021, dan Candy Crush Saga 10 persen.

Muhammad Fathibaullah atau yang akrab disapa Fathiba, merupakan salah seorang streamer yang menyiarkan permainan gim daringnya melalui YouTube sejak 2018.

Mulanya, Fathiba seolah lupa waktu. Dia mendedikasikan pagi, siang, dan malamnya untuk menyiarkan permainan gim daring. Konsistensinya itu pun berbuah manis. Kanalnya kini sukses menggaet lebih dari 19.000 subscribers.

Dalam sekali siaran, kelihaian Fathiba dalam memainkan PUBG memikat ribuan pasang mata. Kolom komentar pun riuh dengan berbagai sahutan dari penonton setianya.

Tak jarang, umpatan terlontar begitu saja dari Fathiba. Hal itu rupanya lumrah terdengar. Jika menengok kolom deskripsi, Fathiba sudah lebih dulu memperingatkan penonton soal muatan kata-kata kasar dalam kontennya. Apalagi pria asal Kota Bandung ini memang menargetkan orang-orang dewasa sebagai target audiens dari konten siaran gim daringnya.

“Tapi tidak menutup kemungkinan segmen game ini luas. Jadi ya mungkin dari anak , underage di bawah 18 tahun, itu ada. Makanya agak susah di situ kontrolnya,” ujarnya pada Rabu, 24 Mei 2023.

Setelah berkeluarga, Fathiba tak lagi giat seperti dulu. Saat ini, dia harus curi-curi waktu. Seringkali, malam menjadi waktu yang tepat baginya untuk memulai siaran. Ayah dari dua anak ini mengaku, dia kerap berusaha menahan diri untuk tidak mengumpat saat sedang siaran bermain gim daring.

“Cuma ini ada di satu momen, pasti keluar lagi. Karena refleks, pasti keluar,” katanya.

Kata-kata kasar bisa menjadi ‘pemanis’ asal, menurut Fathiba, tidak berlebihan. Di sisi lain, dia kerap mendapati penonton yang justru merasa asing dengan konten siaran gim daring tanpa umpatan.

“Ini yang sudah saya lihat, giliran kontennya gak ada ‘pemanis’, malah audiens ini (bilang) kok gak ada ngomong kasar, kok tumben kayak gini,” ujarnya.

Dia sudah melakukan berbagai upaya untuk mencegah aksesibilitas anak terhadap kontennya, termasuk dengan menerapkan pembatasan audiens berdasarkan umur. Apalagi, pria berusia 27 tahun ini juga tak menampik adanya beban moral saat kontennya justru ditonton anak – anak .

“Tetap ada rasa beban itu. Cuma kita enggak tahu juga untuk mengontrol mereka. Kan, banyak anak – anak yang bisa pakai akun Bapak atau ibunya untuk nonton channelchannel yang 18 plus. Makanya kebijakan YouTube Kids itu ada, harusnya dari platform-nya lebih dikontrol,” ujarnya.

YouTube Kids merupakan aplikasi video yang berorientasi pada audiens anak – anak . Dengan demikian, YouTube Kids menyaring video yang tak pantas untuk ditujukan kepada anak di bawah usia 13 tahun.

Bak lagu lama yang mengalun dengan denting berbeda, kebiasaan bertutur kata kasar pada anak , menurut Psikolog Nabhilla Armadhita bukan fenomena baru. Hal tersebut lantas dianggap genting saat ini karena internet mendedahkan persoalan tersebut sampai terbentuk kesadaran publik yang lebih luas.

Umumnya, kata Nabhilla, kata-kata dihasilkan dari stimulus yang didapat panca indera, yaitu penglihatan dan pendengaran lingkungan sekitar anak . Kendati tak bisa ditarik simpulan mentah gim daring menjadi pemicu utama. Dia memastikan bahwa keranjingan gim sebagai salah satu penyebabnya.

“Kita harus melihat lagi dari masing-masing anak , nggak bisa dipukul rata semua anak yang maen game online akhirnya jadi ngomong kasar atau bertutur kata tidak baik,” ucap dia saat dihubungi, Rabu, 24 Mei 2023.

Die menjelaskan, meski tak bisa digeneralisasi, penelitian terbaru terutama jurnal di atas tahun 2016 menunjukan bahwa gim daring memang memiliki pengaruh besar terhadap toxic behaviour bagi anak , termasuk perilaku agresi, menentang, melawan, hingga bertutur kata kasar.

Digandrunginya game kategori Massively Multiplayer First Person Shooter (MMOFPS) alias genre peperangan nyatanya diikuti dampak negatif terhadap perilaku pengguna, termasuk anak – anak .

Di antara riset yang menguatkan fakta ini adalah penelitian milik Dwi Novita Putri dan Sayang Ajeng Mardhiyah dari Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, bertajuk Penggunaan Kata-kata Kasar pada Pemain Game Online: Gambaran Self Construal yang Dimiliki.

Dirilis melalui Psychology Journal of Mental Health pada 2019, dituliskan bahwa berdasarkan artikel situs Indogamers (2018), Mobile Legends: Bang Bang (MLBB) menempati peringkat pertama online game dengan komunitas pemain toxic terbanyak, salah satunya dengan berkata-kata kasar melalui lisan maupun tulisan di kolom chat.

Kata-kata kasar merujuk pada umpatan, kata kotor, sumpah serapah, makian, bahasa vulgar, kata-kata tidak senonoh, hujatan (Coyne et al., 2012), dan kata-kata tabu (Shek & Lin, 2017).

Dari 20 streamer game yang dijadikan sebagai objek riset, frekuensi kata-kata kasar paling tinggi terdapat pada kategori mengenai perbedaan fisik, psikologis, atau sosial yang dipersepsikan, yakni sebesar 91 kali pengucapan dengan persentase 33 persen. Kategori tertinggi selanjutnya adalah nama hewan yakni sebanyak 63 kali, referensi seksual sebanyak 52 kali, lainnya sebanyak 45 kali, bagian/fungsi tubuh sebanyak 17 kali, dan kata terkait isu agama sebanyak 8 kali.

“Perkembangan otak (usia) anak memang sedang pesat-pesatnya. Ibaratnya otak dia itu seperti spons. Apa saja yang kita kasih akan diserap kuat. Apa yang kita ajarkan, mungkin satu jam kemudian sudah menyerap banget,” ucap Nabhilla.

Nabhilla menegaskan, orang dewasa sebagai wali dan pendamping anak di rumah bertanggung jawab atas kontrol penggunaan gawai mereka. Terutama dengan kemudahan akses, dari mulai platform media sosial, hingga via sebaran link melalui grup di ruang obrolan WhatsApp.

Lelah boleh, menyerah jangan, kata psikolog yang saat ini tergabung bersama PT. Fammi Indonesia Edutech. Jika kebiasaan bertutur kata kasar sudah tertanam dalam diri anak , mengubahnya bukan sesuatu yang mustahil.

Proses merombak ulang perilaku akan kian sulit ketika menginjak usia dewasa. Namun opsi itu tetap mungkin diupayakan. Kuncinya, si anak mau berubah, serta didampingi orang-orang yang konsisten dan sabar.

Orangtua dapat memulai langkah positif itu dengan mencontohkan kebiasaan baru bermain gawai. Jangan sibuk dengan handphone ketika anak sedang berada di sekitar dia. Berikutnya, orangtua bisa menerapkan aturan ketat penggunaan handphone secara bertahap dan perlahan.

“Kalau udah cukup membahayakan, nggak ada salahnya untuk pergi ke tenaga profesional, psikolog atau dokter, supaya bisa dapat penanganan yang jauh lebih tepat,” ucapnya. (Ikbal Tawakal, Elfrida Chania S, Siti Aisah Nurhalida Musthafa)***