redaksiharian.com – Anak-anak seringkali memiliki yang kaya dan mungkin terlibat dalam permainan khayalan bersama teman imajinernya.

Meski ini hal yang lumrah, namun orangtua perlu waspada jika anak berlebihan menunjukkan , karena bisa jadi si kecil mengalami ganda yang biasa disebut gangguan identitas disosiatif (dissociative identity disorder, DID).

Teman khayalan anak secara umum dapat menjadi bagian normal dari imajinasi mereka dan tidak perlu dikhawatirkan, sebab hal ini cukup umum dan biasa terjadi dalam tahap .

Kecuali jika perilaku atau kehidupan sehari-hari anak terganggu atau anak kesulitan membedakan antara realitas dan imajinasi, maka sebagai orangtua perlu waspada akan gangguan kepribadian tersebut.

Orangtua perlu waspada jika anak punya teman khayalan

Satu hal yang perlu diwaspadai orangtua jika anak punya adalah adanya gangguan identitas disosiatif.

Gangguan identitas disosiatif adalah suatu kondisi gangguan mental yang ditandai dengan keberadaan dua atau lebih identitas yang berbeda.

Seringnya kondisi itu disebut “alter” atau ” alter ego “, yang mengendalikan perilaku, pikiran serta seseorang secara bergantian.

Seseorang yang mengalami masalah ini dapat beralih atau bergeser di antara realitas saat ini dalam berbagai kondisi, termasuk memicu , mengganggu perilaku hingga aktivitasnya sehari-hari.

“Sayangnya orang dengan gangguan ini jarang didiagnosis pada masa kanak-kanak, padahal bisa mengganggu sistem kesehatan mental mereka selama rata-rata 7 tahun.”

“Kondisi ini tentu butuh bantuan ahli medis untuk mengenali gangguan kejiwaan yang dialami,” kata Dr. Richard Loewenstein, seorang psikiater di University of Maryland Medical Center, seperti dilansir Insider.

Pada kasus yang lebih parah, orang yang menderita ini memiliki tingkat perilaku yang merusak diri hingga kemungkinan bunuh diri yang tinggi.

Masalah kesehatan mental ini juga sering dianggap wajar karena merupakan hal yang normal jika anak-anak memiliki teman khayalan. Tetapi dengan gejala medis DID, teman khayalan itu dapat cenderung mendominasi atau mengendalikan perilaku anak.

“Anak-anak dengan masalah kepribadian ini cenderung memiliki pernyataan diri yang kurang berkembang dibandingkan orang dewasa tanpa kondisi serupa,” tambah Loewenstein.

Salah satu pertanda orangtua perlu waspada jika sang anak berisiko menderita gangguan identitas disosiatif ini adalah ketika anak-anak merasa lebih dikendalikan teman imajinernya, begitu pula ketika anak mengeluhkan bahwa suara hati yang didengarnya sering berkonflik.

Gangguan kepribadian ini dapat dipicu oleh perilaku kekerasan

Tidak semua orang yang mengalami di masa kanak-kanak seperti pelecehan atau pengabaikan mengembangkan gangguan kepribadian disosiatif.

Tetapi jika anak berulang kali merasa sendirian, merasa dibatasi, dan terlalu sering merasa tidak aman, hal itu membuat mereka memisahkan diri dan membentuk perlindungan, dan bisa membawa perilaku itu hingga dewasa.

Biasanya kondisi itu dipicu oleh kondisi yang membuat anak tidak bisa mendapatkan kenyaman dan ketenangan dari orangtua yang mengabaikan anak berulang-ulang kali.

Pada satu studi di tahun 1987 tentang ibu dan gangguan DID ditemukan bahwa perilaku orangtua yang kasar terhadap anak 16 persen lebih mungkin menjadi penyebab risiko tersebut.

Dalam hal ini, penting bagi orangtua untuk mendukung anak-anak dalam permainan khayalan mereka.

Dengarkan cerita mereka dengan penuh perhatian, bertanya tentang teman khayalan mereka seperti apa, dan bermain bersama dengan imajinasinya.

Beberapa hal itu dapat memperkuat ikatan emosional antara kita sebagai orangtua dan anak, serta merangsang perkembangan kognitif dan kemampuan sosialnya.

Jika ditemukan perilaku yang mengganggu kepribadian sehari-hari mereka atau anak kesulitan membedakan antara realitas dan imajinasi, apalagi disertai dengan perlaku kekerasan, segera konsultasi dengan profesional kesehatan anak, seperti psikolog anak atau dokter terkait.