London: Iran dan Turki mencegah masuknya para pengungsi Afghanistan, atau bahkan secara paksa memulangkan mereka untuk menghadapi risiko yang mengancam keselamatan nyawa di bawah rezim Taliban. Demikian disampaikan kelompok Amnesty International dalam laporan terbarunya pada Rabu, 31 Agustus 2022.
 
Pada Agustus 2021, ratusan ribu orang melarikan diri dari Afghanistan setelah Amerika Serikat (AS) meninggalkan negara tersebut seiring berkuasanya kembali Taliban.
 
Sebagian warga Afghanistan yang selama ini membantu pasukan AS sejak 2001 telah dievakuasi keluar, namun sebagian lainnya melarikan diri melalui jalur darat, terutama ke arah Iran dan berakhir di Turki.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Banyak dari mereka terpuruk dan tidak memiliki paspor atau dokumen perjalanan lainnya. Hal itu membuat mereka rentan menghadapi para polisi perbatasan, yang menggunakan ancaman serta kekerasan langsung untuk mencegah masuk atau mendorong mereka kembali ke tempat asalnya, kata Amnesty.
 
“Pasukan keamanan Iran dan Turki telah secara ilegal menggunakan senjata api terhadap warga Afghanistan yang tengah berusaha melintasi perbatasan. Metode semacam itu terkadang mengakibatkan kematian atau cedera,” menurut laporan Amnesty, dilansir dari The New Arab.
 
Amnesty menjelaskan bahwa dasar temuan berasal dari wawancara sejumlah Afghanistan, termasuk 74 orang yang dipaksa kembali ke wilayahnya. Terkadang wawancara dilakukan kepada anak-anak atau anggota keluarga lainnya.
 
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tersebut mengutip banyak kasus “pembunuhan ilegal, penekanan dengan melakukan penembakan, atau pemulangan tidak sah, penahanan sewenang-wenang, dan penyiksaan serta perlakuan buruk lainnya terhadap warga Afghanistan di tangan para pejabat Iran maupun Turki.”
 
Secara khusus, mereka mendokumentasikan 11 pembunuhan warga Afghanistan oleh pasukan keamanan Iran dan kematian tiga lainnya oleh pasukan Turki sejak setahun terakhir.
 
Berdasarkan hukum internasional, negara-negara memiliki kewajiban dalam memberikan pelayanan kesehatan mental dan prinsip non-refoulement, atau menghindari pemulangan paksa kepada para pengungsi ke negara asal, yang jika itu dilakukan rentan terhadap kondisi keselamatan mereka.
 
“Sejalah dengan UNHCR (Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi), Amnesty menegaskan bahwa tidak seharusnya warga Afghanistan dipulangkan karena seriusnya risiko yang akan mereka hadapi di sana,” katanya.
 
Amnesty juga meminta bantuan komunitas internasional untuk memberikan bantuan kepada negara-negara yang menunjang pengungsi Afghanistan. Amnesty juga meminta Eropa, Amerika Serikat, dan Kanada untuk meningkatkan upaya mereka dalam memfasilitasi jalan keluar bagi para warga Afghanistan yang berisiko menjadi target serangan atau perlakuan buruk dari Taliban. (Gracia Anggellica)
 
Baca:  Pengungsi Afghanistan di Makassar Unjuk Rasa Tuntut Penempatan ke Negara Ketiga

 

(WIL)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.