redaksiharian.com – Amerika Serikat (AS) mendapat akses tanpa batas untuk menggunakan pangkalan-pangkalan militer di Papua Nugini . Kesepakatan AS dan Papua Nugini itu menimbulkan suasana waswas di dalam negeri Papua Nugini.

Dilansir AFP, Jumat (16/6/2023), teks penuh dari kesepakatan yang diteken kedua negara pada Mei lalu itu mengungkapkan hal-hal yang bisa dilakukan oleh militer AS di beberapa pangkalan militer Papua Nugini. Pekan ini, teks pakta keamanan itu diajukan kepada Parlemen Papua Nugini.

Menurut salinan teks pakta keamanan yang didapat, militer AS akan bisa mengerahkan pasukan dan kapal-kapal militernya ke setidaknya enam pelabuhan dan bandara utama di Papua Nugini. Salah satunya ialah Pangkalan Angkatan Laut Lombrum yang ada di Pulau Manus. Fasilitas-fasilitas lainnya di ibu kota Port Moresby juga akan bisa digunakan militer AS.

Masih menurut pakta keamanan itu, militer AS juga akan mendapatkan ‘akses tanpa hambatan’ ke lokasi-lokasi tersebut untuk menempatkan peralatan militer, pasokan dan materialnya. Militer AS juga akan bisa secara eksklusif menggunakan zona-zona tertentu untuk beroperasi, seperti melakukan pengembangan dan ‘aktivitas konstruksi’ terkait militer di sana.

Pakta keamanan dengan Papua Nugini itu disebut akan membuka pintu bagi Washington untuk membangun jejak militer baru di kawasan Pasifik Barat, terutama di pelabuhan laut dalam yang strategis, saat meningkatnya persaingan dengan China. Akses terhadap Pangkalan Lombrum diprediksi dipakai untuk memperkuat fasilitas-fasilitas militer AS yang ada di Guam yang diperkirakan menjadi kunci jika terjadi konflik terkait Taiwan.

Lombrum yang berlokasi di ujung barat daya Samudra Pasifik, pernah digunakan sebagai garnisun pasukan militer Inggris, Jerman, Jepang, Australia dan AS di masa lalu. Selama Perang Dunia II, Lombrum juga menjadi salah satu pangkalan terbesar AS di kawasan Pasifik. Pada saat itu, AS menempatkan 200 kapal, termasuk enam kapal perang dan 20 kapal induk, untuk merebut kembali Filipina dari pendudukan Jepang.

China, yang terus bersaing dengan AS, diketahui berupaya mencari pijakan di Lombrum dalam beberapa tahun terakhir. Namun, langkah China itu dikalahkan oleh Australia dan AS yang pada tahun 2018 setuju untuk secara bersama-sama mengembangkan fasilitas itu dengan otoritas Papua Nugini.

Papua Nugini yang kaya akan sumber daya alam dan terletak dekat dengan rute pelayaran utama akan semakin berada di pusat tarik-menarik diplomatik antara AS dan China. Terlebih, Washington diketahui berupaya membujuk negara-negara Pasifik dengan serangkaian intensif diplomatik dan keuangan sebagai imbalan atas dukungan strategis.

Langkah serupa juga dilakukan oleh Beijing, di mana perusahaan-perusahaannya telah menguasai tambang dan pelabuhan di Pasifik. Tahun lalu, Beijing menandatangani pakta keamanan dengan Kepulauan Solomon yang memungkinkan China mengerahkan pasukan ke negara tersebut.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Dilansir DW, Perdana Menteri Papua Nugini James Marape mengaku terpaksa mempertahankan perjanjian itu di tengah gelombang protes dan kritik. Sejumlah pihak juga mempertanyakan soal penyerahan kedaulatan Papua Nugini.

“Dalam 48 tahun militer kita biarkan terkikis,” katanya kepada parlemen, Rabu (14/06).

“Kedaulatan diukur dari kekokohan dan kekuatan militer Anda,” sambungnya.

Mantan Perdana Menteri Papua Nugini, Peter O’Neill, mengatakan perjanjian itu menjadikan Papua Nugini sebagai sasaran tembak. Dia mengatakan AS menggunakan Papua Nugini untuk kepentingan pribadi AS.

“Amerika melakukan hal itu untuk menjaga kepentingan negaranya, kita semua paham bagaimana situasi geopolitik di kawasan kita,” ucapnya.

Presiden AS Joe Biden sebenarnya direncanakan menandatangani langsung perjanjian itu. Namun, rencana perjalanan itu dibatalkan karena ada perselisihan anggaran di Kongres AS.

Anggota Komisi I DPR RI Bobby Adhityo Rizaldi menyoroti pakta keamanan Papua Nugini yang akan memberikan akses tanpa hambatan bagi militer AS itu. Bobby meminta pemerintah RI mengingatkan soal integritas teritorial antarwilayah terdekat.

Bobby mulanya menyinggung rencana kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Papua Nugini pada 6-7 Juli 2023. Dia ingin kesempatan itu digunakan Jokowi untuk mengingatkan Papua Nugini soal batas teritorial demi menindaklanjuti pakta keamanan AS dan Papua Nugini.

“Papua Nugini sudah meneken pakta keamanan dengan AS, di mana Indonesia juga akan membuka perbatasan dengan Papua Nugini dalam kunjungan Presiden 6-7 Juli nanti,” kata Bobby.

Bobby menyebut Jokowi harus menyampaikan soal integritas teritorial. Namun, dia mewanti-wanti Presiden Jokowi agar tidak terkesan mencampuri urusan domestik dan kebijakan luar negeri Papua Nugini.

“Presiden dalam kunjungannya nanti ke Papua Nugini harus menyampaikan bahwa Indonesia harus dihargai teritorial integrity, tanpa akan mencampuri urusan domestik dan kebijakan Papua Nugini soal akses tanpa batas ini ke AS,” tutur Bobby.

“Bila Papua Nugini nggak bisa memberikan komitmen, tunda saja pembukaan perbatasan,” sambungnya.

Dia juga berharap Pemerintah mempercepat penambahan kekuatan menyikapi dinamika di Pasifik Barat. Salah satunya dengan pengisian formasi organisasi Kogabwilhan III.

“Ya, memang pangkalan Lombrum ini dulu juga sudah dipergunakan zaman perang dunia, tempat berlabuh hampir 200 kapal untuk merebut Filipina dari Jepang. Indonesia tentu harus meresponsnya dengan mempercepat mengisi formasi organisasi dan kekuatan Kogabwilhan III yang dibentuk untuk merespons dinamika di Pasifik Barat ini,” katanya.