redaksiharian.com – Dosen Sekolah Kajian Strategis dan Global Universitas Indonesia Roy Darmawan menilai kondisi dunia pendidikan di Indonesia masih menjadi tantangan tersendiri, dalam hal menghapus intoleransi di kalangan generasi muda.

Menurut dia, model dan sistem pendidikan yang ada masih jauh dari orientasi dan perspektif keragaman. Padahal, pendidikan diharapkan mampu menjadi institusi penting untuk mencetak peserta didik menjadi manusia dan anggota masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai universal kebaikan yang berpijak pada kemanusiaan.“Sebuah sistem pendidikan itu perlu membangun perspektif multikultur dari peserta didik. Jadi sebuah pendidikan yang umum berlaku ini hanya menghasilkan satu perspektif dalam memandang fakta dan solusi atas suatu masalah. Sedangkan realitas membutuhkan cara pandang yang multi perspektif,” ujar Roy dalam keterangan resminya, Selasa.Ia melihat kurikulum pendidikan yang ada telah berisikan ajaran budi pekerti, cerdas dan berkarakter luhur kepada peserta didik. Kendati demikian, masih kurang optimal dari sisi metode pengajaran.“Namun bahwa budi pekerti ini sesuatu yang sifatnya adalah ‘learnable but cannot be taught’ maksudnya yaitu bisa dipelajari tetapi tidak bisa diajarkan. Kemampuan untuk metode pembelajaran sehingga bisa optimal tentunya masih perlu untuk ditingkatkan lagi. Termasuk kemampuan mengajarnya juga,” tambahnya.Adapun kemampuan pendidik yang ada kebanyakan berpola mengajar satu arah atau bersifat instruksional sehingga pengajaran budi pekerti perkembangannya kepada peserta didik menjadi belum optimal.

Pasalnya, murid masih dalam tahap memahami instruksi dan seperti diceramahkan antara yang baik dengan yang kurang baik.

“Pengajaran nilai-nilai kemanusiaan ini akan tumbuh seiring dengan adanya pengalaman dan seiring penalaran serta cinta kasih pada sesama makhluk, paling ideal ditumbuhkan melalui penyadaran dengan kemampuan dan kemauan dari pendidik untuk bisa menggaungkan nilai tersebut. Bukan hanya diceramahkan ke anak didik,” kata dia.Untuk itu, kemampuan pendidik yang demikian dinilai sangat penting dan krusial demi menciptakan manusia yang berkualitas, menjunjung tinggi nilai-nilai universal kebaikan dan kemanusiaan. Masih banyak pendidik yang justru malah menciptakan anak didik yang intoleran.“Karena pemahaman dari gurunya menganut prinsip hanya satu kebenaran yang tunggal. Bahkan pendidikan ada yang membuat menjadi semakin intoleran. Sementara di sisi lain pendidikan yang membuat lebih memahami keragaman ini masih rendah di dalam menangkal radikalisme ini,” tutur Roy.Ia mengutarakan setidaknya ada dua aspek penting dalam penanggulangan intoleransi di dunia pendidikan.“Pertama, dari aspek preventif yaitu meningkatkan pemahaman nilai-nilai itu kepada pendidik di Indonesia baik melalui kegiatan-kegiatan, melalui sosialisasi, melalui instruksi-instruksi baik tertulis maupun tidak tertulis,” jelasnya.Kedua, aspek kuratif pada kejadian-kejadian yang ekstrem, misalnya aksi intoleran yang kemudian sangat ekstrem kemudian diberikan tindakan. Namun, tindakan ini tetap memperhatikan juga masa depan peserta didik.Oleh karena itu, ia menilai dunia pendidikan perlu diberikan pemahaman bahwa sekarang ini ada ideologi-ideologi transnasional yang telah merongrong pemikiran manusia termasuk kepada generasi muda.

Hal ini masih belum dipahami dengan baik sehingga masih mudah terbawa ideologi-ideologi transnasional yang banyak bersembunyi di balik ‘kedok’ agama.“Maka perlu bagi dunia pendidikan untuk diberikan knowledge dan pemahaman ini kepada peserta didik dengan harapan mereka mempunyai kekuatan untuk membendung ideologi transnasional tersebut,” ujarnya.Ia juga mengajak para pemuda untuk dapat merenungkan pentingnya pendidikan dalam mencapai visi Indonesia sebagai negara yang maju, sejahtera merdeka dari Intoleransi.“Penting sekali untuk memperkuat nilai-nilai dalam pendidikan atau values dalam pendidikan dan juga menguatkan pendidikan tentang nilai-nilai,” tutup Roy.