redaksiharian.com – Pasar teknologi di Asia Tenggara kini mulai mengerucut dan didominasi oleh tiga raksasa yakni Grab, GoTo dan SEA Group.
Ketiganya memiliki bisnis yang hampir mirip dengan fokus pasar yang berbeda. GoTo sebagian besar berfokus di pasar Indonesia, sedangkan Grab memutuskan untuk menjadi pemain regional, dan Sea Group memiliki jalan untuk menjadi pemain global.
Pertanyaannya seberapa besar ketiga perusahaan ini dapat mempertahankan operasi mereka tanpa penggalangan dana tambahan? Sekedar informasi karena keadaan global, investasi bisa sangat sulit dilakukan di situasi seperti sekarang.
Berdasarkan hitungan Momentum Works, yang dikutip Senin (3/1/2022), kas bersih Grab per akhir semester I/2022 mencapai US$5,5 miliar (sekitar Rp 86 triliun), dengan likuiditas tunai US$7,74 miliar dikurangi pinjaman sebesar US$2,168 miliar.
Pada tingkat “bakar duit” Q2 2022, dana tersebut dapat bertahan selama sekitar 4 tahun tanpa tambahan modal. Momentum Works menilai waktu ini memadai bagi Grab untuk mencapai titik impas.
Sementara itu, Sea Group pada periode yang sama melaporkan kas mereka jumlahnya menjadi total US$7,8 miliar (sekitar Rp 119 triliun). Tanpa menghitung pasti penerimaan pinjaman sebesar US$2 miliar, perusahaan memiliki aset tetap bersih sebesar US$2,8 miliar, dan US$2,65 miliar investasi jangka pendek dan jangka panjang, beberapa di antaranya dapat dikonversi menjadi uang tunai.
Satu hal yang menonjol adalah obligasi konversi Sea senilai US$4,18 miliar. Satu-satunya masalah yang menjadi perhatian adalah tahap yang dikeluarkan pada tahun 2020 yang akan jatuh tempo pada tahun 2025, dengan harga konversi sekitar US$90,4.
Sea Group, induk usaha dari Shopee dan Garena, perlu memastikan mendorong harga sahamnya di atas level itu, atau mencadangkan likuiditas yang cukup untuk kemungkinan penebusan.
Pada tingkat “bakar duit” saat ini, isi dompet Sea bisa bertahan sekitar 3,5 tahun. SEA Group sedang melakukan langkah-langkah pemangkasan biaya yang mencakup kebijakan pemutusan hubungan kerja (PHK), yang hasilnya mungkin akan mulai terlihat pada Q4 2022.
Posisi kas terlemah di antara ketiganya adalah GoTo, yang hanya punya US$2,35 miliar (sekitar Rp 35,9 triliun), Pada tingkat cash burn saat ini, posisi ini hanya dapat bertahan selama 6 kuartal atau 1,5 tahun.
Dengan valuasi tinggi yang dinikmati GoTo sekarang, Momentum Works menilai perusahaan ini ada di posisi yang lebih sulit untuk menggalang dana tambahan dari investor swasta dibandingkan dengan Grab dan Sea Group.
Pasalnya, investor pasti enggan mengucurkan triliunan rupiah hanya untuk saham yang sedikit. Kondisi ini tentu sangat mendesak bagi GoTo untuk lebih agresif memangkas biaya operasional, atau berharap ada investor “murah hati” yang bersedia menalangi.