RedaksiHarian – Salah satu sosok diplomat nonkarir yang ikut dilantik sebagai duta besar oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/6), salah satunya adalah Achmad Ubaedillah.
“Saya tidak menyangka nama saya ada di antara nama-nama yang turut diajukan dalam surat Presiden ke Komisi I DPR RI. Saya tahunya dari media,” ujar pria kelahiran Tangerang, Banten, tersebut, saat ditemui dalam sebuah obrolan di kedai kopi yang juga dihadiri ANTARA.
Sebanyak 13 calon duta besar luar biasa dan berkuasa Penuh Republik Indonesia, mulai dari jurnalis hingga diplomat karir di Kementerian Luar Negeri, nama-namanya telah beredar di Sekretariat DPR RI pada awal Desember 2022.
Achmad Ubaedillah pernah menjadi Atase Pendidikan, Riset dan Teknologi (Atdikbudristek) KBRI Riyadh, Kerajaan Saudi Arabia, selama lima tahun mulai 2017 hingga 2021.
Dia diangkat oleh Menteri Pendidikan, saat itu, Muhadjir Effendi, pada saat Duta Besar Saudi Arabia dijabat oleh Drs. H. Agus Maftuh Abegebriel, M.Ag yang saat ini kembali menjadi dosen diUIN Yogyakarta.
Dengan latar belakang sebagai keluarga Nahdliyin, saat dia bertugas di tanah suci, Ubaedillah juga aktif menjadi Mustasyar Pimpinan Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Arab Saudi masa khidmat 2019 – 2021.
Saat dia menjadi Atdikbudristek di tanah suci, sayup-sayup terdengar informasi bahwa dia disebut-sebut akan menggantikan Agus Maftuh, namun seiring perjalanan waktu kabar itu hilang begitu saja.
Dia tetap santai, walau tidak terpilih sebagai Duta Besar di Arab Saudi dan menganggap belum menjadi takdirnya. “Selesai bertugas menjadi Atdikbud di Riyadh saya kembali mengabdi di kampus,” kata pria berpenampilan sederhana ini.
Habitat Ubaedillah memang di kampus. Dia akademisi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Berdiskusi dan mengikuti perkembangan politik menjadi kegiatan keseharian dari mantan wartawan Prioritas yang pernah ditugaskan di DPR RI ini. Belum lama ini dia juga menulis tentang moderasi beragama.
Pada era kepemimpinan PBNU di bawah KH Yahya Staquf saat ini, dia juga dipercaya menjabat di lembaga internasional PBNU, yakni Badan Pengembangan Jaringan Internasional PBNU Periode 2022 – 2027..
Tidak hanya itu, dia juga terpilih sebagai Pengurus Kerja Sama Luar Negeri-Kerja Sama Internasional (HLN-KI) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Periode 2020 – 2025.
Achmad Ubaedillah, MA,PhD, meraih doktor dari Departemen Sejarah University of Hawai di Manua, Honolulu, Amerika Serikat.
Studi di salah satu negara bagian Amerika Serikat yang terletak di Laut Pasifik tersebut dia tempuh bukan dalam waktu yang pendek. Dia memerlukan waktu tujuh tahun, mulai 2005 hingga 2011, untuk mendapatkan gelar doktor.
Pria berusia 56 tahun ini cukup beruntung karena jenjang pendidikan di luar negeri dijalaninya dengan mendapatkan beasiswa.
Saat studi di Hawai, dia mendapatkan beasiswa dari East West Center (EWC).
The East-West Center didirikan untuk mempromosikan hubungan dan pemahaman yang lebih baik di antara masyarakat dan bangsa-bangsa Amerika Serikat, Asia, dan pasifik, melalui kerja sama pendidikan, riset, dan dialog.
EWC didirikan oleh Kongres Amerika Serikat pada 1960 sebagai institusi pendidikan.
Saat menempuh master di International Affair, Southeast Asian Studies, Ohio University, Amerika Serikat, pada 2002 – 2004 dia juga mendapatbeasiswa dari Fullbright.
Sebenarnya alumni Tafsir-Hadist Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Jakarta 1990 – 1995 ini sudah meraih master Pemikiran Politik Islam di kampus yang sama pada 2000 – 2002, namun ketika ada kesempatan ke Ohio dia tetap mengambilnya.
Sejumlah jurnal ilmiah terindeks Scopus telah lahir dari penelitiannya, di antaranya “Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani” oleh IAIN Jakarta, “Khalawtiyah Samman, Tarekat in South Sulawesi, Indonesia” yang diterbitkan oleh Asian Journal of Social Science.
Sekolah jarak jauh
Selama bertugas sebagai Atdikbudristek di KBRI Saudi Arabia, Achmad Ubaediilah telah menggagas pendirian sekolah jarak jauh (distancelearning) dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas (SMA).
Sekolah yang dinisiasisaat pandemi COVID-19 ini disediakan untuk Warga Negara Indonesia yang berdomisili di sekitar Timur Tengah, termasuk yang ada di Abu Dhabi.
Suami dari guru MTSN di Tangerang Selatan ini juga menginisiasikuliah kerja nyata (KKN) secara dalam jaringan atau daring.
Karena daring,mahasiswa tidak datang ke Saudi. KKN daring ini dilaksanakan oleh mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.
Dia juga pernah menginisiasi penyelenggaraan festival kebudayaan yang pernah dihadiri Raja Salman dan para diplomat negara sahabat.
Saat pandemi, dia juga mengupayakan bantuan pulsa bagi mahasiswa Indonesia yang belajar di Saudi Arabia.
Ubaedillah juga menginisiasi pengajaran Bahasa Indonesia bagi warga negara asing di Saudi Arabia, bekerja sama dengan Kemdikbudristek.
Perlindungan WNI
Saat uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) oleh Komisi I DPR RI,Achmad Ubaedillah telah menyampaikan program kerja prioritas saat di Bruinei.
Penguatan sistem perlindungan WNI menjadi salah satu program kerja prioritasnya.
Prioritas lainnya adalah kemitraan strategis bidang ekonomi digital, ekonomi kreatif dan ekonomi hijau, perluasan akses pasar, promosi dan perlindungan investasi, kemitraan strategis bidang ekonomi syariah, produk dan pariwisata halal, kemitraan strategis bidang pendidikan (vokasi) dan peningkatan diplomasi publik, baik sosial, budaya, maupun agama.
Berdasarkan pemetaannya, kepentingan utama negara Brunei adalah merupakan mitra kerja sama bidang perdagangan dan industri, sumber tenaga kerja asing terbesar, dan mitra kerja sama bidang sosial, budaya, dan agama.
Dia berharap agar KBRI Bandar Seri Begawan mampu memimpin diplomasi yang aktif dan efektif untuk mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian.
Saat uji kepatutan, ada masukan dari Komisi I untuk mendirikan Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN) di Brunei Darussalam.
Usulan DPR itu sangat mungkin diwujudkan, namun harus melihat sejauh mana kebutuhan di lapangan. Pilihannya, mungkin diturunkan menjadi pusat-pusat pembelajaran per setingkat distrik atau kabupaten. Program itu akan dikomunikasikan dengan Kemdikburistek, sejauh mana kebutuhan itu, dengan semangat, dalam kondisi apapun negara harus hadir untuk melayani warganya.
Pihaknya juga akan mendorong agar ada MoU penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia.
Bagi dia, untuk perekonomian, kesamaan budaya dan agama bisa menjadi pintu masuk untuk mempromosikan produk-produk halal, produk-produk UMKM, kemudian juga mempertemukan komunitas bisnis Indonesia bisa lewat gathering atau pameran, sehingga bisa meningkatkan perdagangan dan ekspor negara kita.