redaksiharian.com – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto membahas upaya pemulihan ekonomi Indonesia saat pandemi dalam H1 Global Research Briefing – 2023 Global & Indonesia Outlook. Ia menyebut kebijakan yang diambil pemerintah Indonesia membuat perekonomian Indonesia tetap resilien di tengah pasang surut ekonomi global.

“Ketika pandemi COVID-19 terjadi di 2020, usia kabinet masih 3 bulan, jadi ini menjadi tantangan besar karena tidak ada buku ataupun referensi bagaimana mengatasinya. Waktu itu seperti tidak ada cahaya di terowongan sampai-sampai kita tidak bisa melihat ujungnya,” ungkap Airlangga dalam keterangan tertulis, Selasa (14/2/2023).

“Pemerintah Indonesia mengambil jalan berbeda, tidak melalui lockdown karena kondisi ekonomi Indonesia berbeda dengan negara lain, melainkan melalui kebijakan ‘gas dan rem’ yang menyeimbangkan antara life dan livelihood,” sambungnya.

Adapun kondisi ekonomi RI yang resilien tampak dari pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan IV-2022 yang mampu tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Secara keseluruhan, pada tahun 2022 ekonomi RI mampu tumbuh solid sebesar 5,31% (ctc).

Sementara itu, RI mencatat pertumbuhan PDB 2022 mencapai 5,31% (yoy). Hal ini utamanya didorong kinerja ekspor tumbuh 14,92% (yoy), konsumsi masyarakat naik 4,48% (yoy), dan peningkatan investasi sebesar 3,33% (yoy).

Beberapa indikator sektor riil yang dirilis pada Januari 2023 juga menunjukkan optimisme kepercayaan konsumen dan dunia ke depan. Salah satunya, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) masih bergerak di level optimis yakni 123,0 dan PMI Manufaktur masih di level ekspansif yakni 51,3. Sementara itu, inflasi per Desember 2022 terkendali di 5,51% setelah penyesuaian subsidi BBM pada September 2022.

“Secara paralel, Indonesia melakukan transformasi ekonomi melalui UU Cipta Kerja, sedangkan tidak ada negara lain yang melakukannya. Saat ini lingkungan bisnis berdasarkan UU Cipta Kerja. Undang-undang tersebut adalah terobosan yang akan mampu menahan perekonomian nasional (tetap pada jalurnya) dan memberikan kepastian kepada para pelaku bisnis,” jelas Airlangga.

Lebih lanjut, Airlangga menyebut kondisi volatilitas global masih akan berlangsung di 2023. Mulai dari harga komoditas, inflasi, kebijakan moneter yang lebih ketat, pemulihan ekonomi di Asia, serta konflik geopolitik global (perang Rusia-Ukraina). Diperkirakan, kinerja perekonomian Indonesia juga akan mengalami moderasi sepanjang 2023 dengan prediksi pertumbuhan di akhir tahun antara 4,7%-5,0%.

Kendati demikian, Airlangga mengungkapkan pemerintah memiliki langkah yang optimis namun waspada dalam menghadapi tahun ini. Misalnya, melalui kebijakan utama seperti bauran kebijakan fiskal dan moneter yang tepat, UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), dan Perppu Cipta Kerja. Kebijakan ini dinilai menjadi pilar untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja yang memadai. Serta menjaga stabilitas keuangan dan nilai tukar.

Dalam kesempatan ini, Airlangga turut mengapresiasi kegiatan seminar dalam H1 Global Research Briefing – 2023 Global & Indonesia Outlook. Menurutnya, hal ini bagus untuk menimbulkan kepercayaan diri dari para nasabah dan investor.

“Apalagi untuk berinvestasi dalam green economy bagusnya dimulai dari sekarang, dan jika tidak sekarang, maka tidak akan ada kesempatan lagi. Misalnya Indonesia punya banyak potensi dalam carbon capture,” papar Airlangga.

“Saat ini, mood investor sudah mulai kembali untuk Indonesia. Selain itu, Pemerintah juga melakukan pengaturan Devisa Hasil Ekspor (DHE) agar bisa disimpan minimal tiga bulan di dalam negeri, sehingga ke depannya Indonesia akan punya kekuatan untuk membiayai ekonomi (dari sana),” pungkasnya.