redaksiharian.com – Menteri Koperasi & UKM membeberkan ada sejumlah faktor yang memicu lambatnya proses ganti rugi korban skandal koperasi. Hal itu ia ungkapkan di depan Komisi VI DPR RI, Selasa (14/2/2023).

Menurut Teten, setidaknya ada empat faktor penyebab. Pertama, aset bukan dalam kepemilikan koperasi. Selain itu, laporan pidana membuat aset tersangka dan koperasinya disita, sehingga sulit untuk dijual.

“Ketiga, ada proses suap aset dengan simpanan yang dilakukan oleh anggota koperasi di luar skema homologasi, dan cara-cara lainnya,” terang Teten.

Yang jadi masalah, lanjut Teten, di Undang-undang PKPU No. 37 Tahun 2024 tak mengatur pengenaan sanksi dalam hal kewajiban pembayaran yang dilaksanakan sesuai dengan perjanjian perdamaian.

“Itu lemah sekali. Bahkan, kemarin soal PKPU dan kepailitan kami sampaikan kepada MA bahwa ini bisa disampaikan untuk merampok dana anggota koperasi. Sehingga, akhirnya keluar surat edaram MA tak boleh ada PLPU dan kepailitan oleh anggota, harus melalui kemenkop. Seperti perbankan lah,” jelas Teten.

“Kalau kemarin, disuruh dua orang anggota saja gugat PKPU atau mempailitkan, kemudian disetujui pengadilan, ini saja sudah mengorbankan ribuan anggota. Ini kelemahan kita yang mungkin perlu kita atur,” sambung Teten.

Seperti diketahui, proses ganti rugi akibat gagal bayar sejumlah kasus koperasi sepertinya masih berjalan. “Faktanya, sekarang putusan PKPU rendah realisasinya,” kata Teten, Selasa (14/2/2023).

Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sejahtera Bersama misalnya. Proses pembayaran ganti rugi hingga 2025. Dari 185 ribu nasabah, baru 3% yang terbayarkan.

Indosurya pun kondisinya hampir mirip. Pembayaran ganti rugi baru sekitar 15,56%. Padahal, kerugian kasus ini mencapai Rp 16 triliun atas 6.000 nasabah.