redaksiharian.com – Kementerian Kesehatan ( Kemenkes ) RI baru-baru ini melaporkan kasus terbaru tentang gagal ginjal akut pada anak. Munculnya kasus tersebut membuat pemerintah mengeluarkan pernyataan terkait langkah antisipatif yang sedang disiapkannya.

Menurut Kemenkes , gagal ginjal akut pada anak atau Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) baru muncul lagi setelah tidak adanya kasus sejak awal Desember 2022 lalu.

”Penambahan kasus tercatat pada tahun ini, satu kasus konfirmasi GGAPA dan satu kasus suspek,” ujar Juru Bicara Kementerian Kesehatan, dr. M Syahril, di Jakarta, Senin, 6 Februari 2023.

Dua kasus tersebut dilaporkan oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Hal itu membuat Kemenkes mengeluarkan imbauan agar Dinas Kesehatan Daerah lain untuk turut aktif memantau pasien yang memiliki gejala GGAPA.

Dinas Kesehatan Daerah juga diminta untuk segera merujuk pasien ke Rumah Sakit (RS) yang sudah ditunjuk oleh pemerintah melalui Kemenkes untuk menangani kasus tersebut.

Pemerintah juga telah melakukan tindakan antisipatif dalam menentukan penyebabnya. Dalam hal ini, Kemenkes bekerja sama dengan IDAI, BPOM, Ahli Epidemiologi, Labkesda DKI, Farmakolog, para Guru besar dan Puslabfor Polri.

Tim gabungan itu melakukan penelusuran terhadap epidemiologi, hal itu bertujuan untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko dari gangguan ginjal akut.

”Saat ini sedang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sampel obat dan darah pasien,” kata dr. Syahril.

Diketahui, satu kasus GGAPA adalah anak berusia 1 tahun yang mengalami demam pada 25 Januari 2023. Kemudian, pasien meminum obat sirup penurun demam bermerek Praxion yang dibeli di apotek.

Pada tanggal 28 Januari, demam pasien masih belum reda, selain itu pasien juga mengalami batuk dan pilek, serta tidak bisa buang air kecil (anuria).

Pasien sempat dibawa ke Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta, dan pada tanggal 31 Januari pasien dirujuk ke RS Adhyaksa. Setelah pemeriksaan, pihak medis menemukan gejala GGAPA dan disarankan untuk di tunjuk ke RSCM Jakarta.

Namun, pihak keluarga menolak dan memaksa pulang, tetapi tak berselang lama, tanggal 1 Februari pasien kembali dibawa RS Polri dan dirawat di ruang IGD. Saat itu, pasien sudah bisa buang air kecil.

Selanjutnya, kata Syahril, pasien akhirnya dirujuk ke RSCM untuk mendapatkan perawatan intensif sekaligus terapi fomepizole. Namun, setelah 3 jam berada di RSCM, pasien dinyatakan meninggal dunia pada pukul 23.00 WIB.

Sedangkan, kasus lainnya masih merupakan suspek. Syahril menjelaskan bahwa terdapat anak berusia 7 tahun yang mengalami demam pada 26 Januari. Anak tersebut juga mengonsumsi obat sirup untuk menurunkan demamnya yang dibeli secara mandiri.

Pasien juga sempat menjalani pengobatan dari puskesmas dan klinik, lalu dirujuk ke RSUD Kembangan dan kembali dirujuk ke RSCM Jakarta. Hingga saat ini pasien masih menjalani perawatan.

Dua kasus tersebut juga membuat Kementerian Kesehatan berencana kembali mengeluarkan surat kewaspadaan kepada seluruh Dinas Kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan Organisasi Profesi Kesehatan.

Surat tersebut berisi imbauan kepada seluruh layanan kesehatan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap tanda klinis GGAPA dan penggunaan obat sirup .

Sementara itu, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan perintah kepada seluruh industri obat untuk sementara menghentikan produksi dan distribusi obat sirup .***