Paus Fransiskus memohon pengampunan dari para penduduk asli Kanada yang selamat dari penganiyaan yang terjadi di sekolah-sekolah asrama di Kanada, menyebut apa yang dilakukan gereja Katolik terhadap mereka sebagai “bencana.”

“Dengan rendah hati saya memohon pengampunan atas kejahatan yang dilakukan oleh begitu banyak orang Kristen terhadap masyarakat adat (Kanada),” kata Paus dari panggung di halaman Sekolah Asrama Ermineskin di Maskwacis, Alberta, di hadapan dua ribu penyintas yang duduk dalam formasi pow wow tradisional – pertemuan sakral masyarakat asli Amerika utara.

Empat kepala suku duduk di samping Paus ketika ia menyampaikan sebuah permohonan maaf yang sudah lama dinantikan, di mana ia bertanggung jawab atas kerja sama institusional gereja-gereja Katolik dalam kebijakan asimilasi “yang membawa petaka,” yang disebut Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Kanada sama dengan tindakan “genosida budaya.”

Lebih dari 150.000 anak-anak suku asli di Kanada dipaksa bersekolah di sekolah-sekolah Kristen yang didanai pemerintah sejak abad ke-19 hingga tahun 1970-an untuk mengisolasi mereka dari pengaruh rumah dan budaya mereka.

Tujuannya adalah untuk mengkristenisasi dan mengasimilasi mereka ke dalam masyarakat arus utama, yang dianggap pemerintahan Kanada terdahulu lebih unggul.

Pemerintah Kanada telah mengakui merajalelanya penganiayaan fisik dan seksual di sekolah-sekolah tersebut, di mana para pelajar dipukuli apabila berbicara dengan menggunakan bahasa ibu mereka.

Warisan penganiayaan dan pengisolasian dari keluarga tersebut disebut para pemimpin adat sebagai akar penyebab epidemi kecanduan alcohol dan narkoba saat ini di lingkungan reservasi masyarakat adat Kanada.

Penemuan ratusan situs pemakaman di bekas-bekas sekolah asrama itu tahun lalu menarik perhatian dunia pada warisan sekolah-sekolah serupa di Kanada dan Amerika Serikat.

Temuan-temuan itu mendorong Paus Fransiskus untuk mematuhi seruan komisi kebenaran agar ia meminta maaf di tanah Kanada atas peran Gereja Katolik, mengingat 66 dari 139 sekolah di Kanada dikelola oleh Ordo agama Katolik.

Paus Fransiskus mencium tangan seorang perempuan warga Pribumi (suku asli) Kanada saat ia tiba di bandara Internasional Edmonton, Kanada, Minggu, 24 Juli 2022.

Paus Fransiskus mencium tangan seorang perempuan warga Pribumi (suku asli) Kanada saat ia tiba di bandara Internasional Edmonton, Kanada, Minggu, 24 Juli 2022.

Sementara Paus mengakui kesalahan institusional, ia juga menjelaskan bahwa misionaris Katolik hanya bekerja sama dengan dan menerapkan kebijakan asimilasi pemerintah, yang ia sebut “mentalitas penjajah para penguasa.”

Ia menyerukan penyelidikan lebih lanjut, yang kemungkinan merujuk pada tuntutan kelompok adat untuk memperoleh akses lebih jauh terhadap catatan gereja dan data pribadi para pendeta dan suster untuk mengidentifikasi siapa saja yang bertanggung jawab atas penganiayaan-penganiayaan tersebut.

Paus asal benua Amerika itu bertekad melakukan perjalanan ke Kanada tersebut, meskipun ligament lututnya yang sobek memaksanya untuk membatalkan kunjungan ke Afrika awal bulan ini.

Kunjungan selama enam hari, yang juga akan mencakup kunjungan ke lokasi-lokasi bekas sekolah tempat terjadinya penganiyaan di Alberta, Quebec City dan Iqaluit, Nunavut, di sisi utara Kanada, menyusul pertemuan Fransiskus di musim semi lalu di Vatikan dengan para delegasi kelompok First Nations, Metis dan Inuit.

Pertemuan-pertemuan itu berujung pada permohonan maaf tanggal 1 April lalu atas penganiayaan yang dilakukan beberapa misionaris Katolik di sekolah-sekolah asrama di Kanada dan janji Fransiskus untuk menyampaikan permohonan maaf itu secara langsung ke Kanada. [rd/jm]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.