redaksiharian.com – Perkembangan teknologi di tanah air mendorong inovasi layanan keuangan digital kian semarak. Pemerintah dan DPR pun akhirnya membentuk payung hukum di dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK).

Mengutip data Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) 2022, kini ada 20 jenis layanan keuangan digital. Padahal, industri teknologi financial ini baru mulai berselancar di Indonesia sekira tahun 2015, yang ditandai dengan pendirian Aftech. Melihat perkembangan ini, aturan mengenai ITSK kemudian diatur di dalam payung hukum undang-undang.

Seperti diketahui, Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) diatur di dalam RUU PPSK. Berdasarkan draft RUU P2SK terbaru dengan tanggal 8 Desember 2022, ITSK diatur pada Bab XVI atau Bab 16.

Dijelaskan, dalam Pasal 213 RUU P2SK ruang lingkup ITSK meliputi sistem pembayaran, penyelesaian transaksi surat berharga, penghimpunan modal, pengelolaan investasi, pengelolaan risiko.

ITSK yang dimaksud di dalam RUU P2SK juga meliputi penghimpunan dan/atau penyaluran dana, pendukung pasar, aktivitas terkait aset keuangan digital, termasuk kripto, dan aktivitas jasa keuangan digital lainnya.

“ITSK dapat dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan ekonomi dan keuangan, termasuk yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah,” jelas Pasal 214, dikutip Selasa (13/12/2022).

Di dalam RUU P2SK tersebut, pemerintah dan DPR menyepakati agar pihak yang menyelenggarakan ITSK di dalam negeri harus memenuhi syarat atau prinsip tertentu, diantaranya harus memiliki keamanan dan keandalan sistem informasi, termasuk ketahanan siber.

Dijelaskan dalam Pasal 215 RUU P2SK, bahwa pihak yang menyelenggarakan ITSK terdiri dari lembaga jasa keuangan (LJK) atau pihak lain yang melakukan kegiatan di sektor keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyelenggara ITSK yang diperbolehkan beroperasi di Indonesia yakni berbentuk badan hukum perseroan terbatas atau badan hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Nah, untuk penyelenggara yang boleh melaksanakan ITSK di dalam negeri harus menerapkan prinsip:

– Tata kelola

– Manajemen risiko

– Keamanan dan keandalan sistem informasi, termasuk ketahanan siber

– Perlindungan konsumen dan perlindungan data pribadi

– Pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan.