Stabilitas kepemimpinan kelompok dan pengambilalihan kekuasaan Afghanistan oleh Taliban mendorong al-Qaeda kembali menjadi kelompok teroris terkemuka di dunia, dan menjadi ancaman jangka panjang terbesar bagi Barat.

Informasi intelijen yang dibagikan negara-negara anggota PBB dan diterbitkan dalam sebuah laporan baru pada Selasa (19/7), menemukan bahwa al-Qaeda menikmati suatu kebebasan di bawah kepemimpinan Taliban yang memungkinkan pemimpin kelompok tersebut dapat lebih sering dan lebih mudah berkomunikasi dengan jaringan afiliasi dan para pengikutnya. Al-Qaeda juga menampilkan diri sebagai pilihan yang lebih menarik daripada kelompok teroris saingannya, ISIS, yang juga biasa disebut IS atau ISIL.

“Konteks internasional yang ada menguntungkan al-Qaeda, yang ingin kembali diakui sebagai pemimpin jihad global,” menurut laporan PBB tersebut.

“Propaganda al-Qaeda kini dikembangkan secara lebih baik untuk bersaing dengan ISIS sebagai aktor utama dalam membangkitkan ancaman internasional, dan pada akhirnya dapat menjadi sumber ancaman terarah yang lebih besar,” ungkap laporan yang mencatat bahwa ISIS “telah mengalami rentetan kehilangan figur pemimpin sejak Oktober 2019, dengan dampak terhadap kesehatan operasional kelompok yang belum diketahui.”

Laporan itu lebih lanjut menyimpulkan bahwa pemimpin al-Qaeda Ayman al-Zawahiri, yang sudah lama dikabarkan sakit atau sekarat, nyatanya “hidup dan berkomunikasi dengan bebas.”

Informasi intelijen yang dibagikan negara anggota PBB juga menyimpulkan bahwa al-Qaeda telah memperkuat susunan kepemimpinannya berdasarkan senioritas, di mana Zawahiri di posisi puncak, diikuti oleh Saif al-Adel yang sudah lama dipandang sebagai calon penggantinya, Yazid Mebrak dengan al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP), dan Ahmed Diriye dengan afiliasi al-Qaeda di Somalia, al-Shabab.

Setidaknya pihak intelijen satu negara anggota PBB mengatakan bahwa al-Qaeda tampaknya lebih menyukai afiliasinya di Afrika ketimbang al-Qaeda di Semenanjung Arab – sebuah kemungkinan perubahan besar, mengingat sejarah AQAP yang kerap merencanakan serangan terhadap Barat, seperti penembakan pada Desember 2019 di Pangkalan Udara Angkatan Laut AS di Pensacola, Florida.

Temuan intelijen juga menunjukkan bahwa al-Shabab, khususnya, mungkin mendapatkan keuntungan secara finansial, di mana salah satu negara anggota PBB melaporkan bahwa afiliasi al-Qaida yang bermarkas di Somalia itu menggunakan sebagian dari pendapatan tahunannya yang berkisar antara $50 juta hingga $100 juta untuk mendukung kepemimpinan inti al-Qaida secara langsung. [rd/em]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.