redaksiharian.com – Hotel-hotel di Bali banting harga saat puncak pandemi. Kini, harga sewanya mulai kembali normal, tidak ada yang murah gila-gilaan lagi.

Maria, seorang pengungsi dari Filipina, hanya perlu merogoh kocek Rp 2,8 juta setiap bulan untuk menyewa kamar hotel di Bali. Itu saat periode puncak pandemi. Saat perbatasan internasional Indonesia dan negara lain ditutup.

Kini, setelah turis asing mulai kembali ke Bali, harga sewa hotel yang ditempati Maria di Canggu, naik tidak tanggung-tanggung. Yakni, mencapai lima kali lipat.

“Suatu hari mereka menaikkannya menjadi Rp 400.000 per hari tanpa peringatan apapun,” ujar Maria, yang meminta untuk disebut dengan nama samaran, mengatakan kepada Al Jazeera.

“Sekarang saya tinggal di kamar kecil di dekat Denpasar tanpa AC. Hanya itu yang saya mampu,” dia menambahkan.

Bali memang seolah mati suri ketika pandemi. Tanpa wisatawan, bermacam-macam penginapan berbagai kelas di Pulau Dewata tak laku. Vila mangkrak, lumutan, dan penuh ilalang menjadi cerita lumrah pada periode itu. Bayangkan, biasanya dikunjungi 44 ribu turis asing, saat ditutup sejak April 2020, Bali hampir nol pengunjung.

Para pelaku bisnis perhotelan pun menawarkan potongan harga besar-besaran untuk menarik minat turis. Dihadapkan dengan persaingan yang tinggi, 4.000 vila liburan di Bali menurunkan harga hingga 50-75 persen demi mempertahankan penyewa. Bahkan, tidak sedikit yang memutuskan untuk menjual vila.

Kini, situasinya berbeda. Bali kembali diserbu wisatawan, baik lokal atau pun turis asing.

“Saya membayar Rp 10 juta rupiah sebulan, lalu suatu hari pemilik mengatakan kepada saya bahwa dia menaikkan harga menjadi Rp 40 juta rupiah,” kata Gina Marks, seorang ekspatriat Amerika.

Selama masa pandemi, Marks tinggal di sebuah vila kecil dengan dua kamar tidur di Seminyak, sebuah distrik tepi pantai di selatan Canggu.

“Saya mengerti harga memang harus naik. Tetapi dengan kenaikan setinggi itu, saya merasa dikhianati karena sayaah yang menyelamatkan dom[et pemilik rumah selama pandemi,” ujar Marks.

Koreksi harga setelah pandemi bisa ditangani tidak terbatas pada akomodasi jangka pendek. Nilai tanah dan tempat tinggal di bagian pulau yang paling populer juga meningkat dengan cepat.

“Di Canggu, saya akan mengatakan properti telah naik 20 hingga 30 persen tahun ini,” Mark Ching, direktur Tamora Group, pengembang proyek vila dan apartemen.

“Ada dua alasan di baliknya. Yang pertama adalah orang asing dapat bepergian ke sini lagi dengan bebas dan itu telah menciptakan banyak kepercayaan bagi investor Indonesia yang melihat betapa sepinya keadaan selama pandemi dan betapa sibuknya jalanan sekarang. Ada dorongan gila untuk menjadi orang pertama yang memanfaatkannya,’ kata dia.

Alasan kedua, menurut Ching, adalah Omnibus Law, undang-undang yang diperkenalkan pada November 2020, yang memungkinkan orang asing membeli apartemen dan tanah sambil memberi mereka kepemilikan permanen dan hak jual kembali.

“Itu salah satu alasan kami memulai proyek terbaru kami, tetapi karena COVID, pembeli asing hanya sedikit,” kata Ching, merujuk pada kompleks apartemen The Tamora di Canggu.

“Namun, akhir-akhir ini mayoritas penjualan ke asing dengan memanfaatkan Omnibus Law,” dia menambahkan.