redaksiharian.com – Lima alat musik petik tradisional dari berbagai daerah di Indonesia berkolaborasi di Festival Batara Endah Sora. Lokasinya di Museum Multatuli, Rangkasbitung, Lebak, Banten.

Di daerah asalnya, alat musik yang dihadirkan biasa dimainkan untuk mengiringi upacara adat atau ritual. Kolaborasi lima alat musik petik ini digelar oleh Komunitas Aing.

Kelima alat musik itu adalah kacapi buhun dari Banten, siter dari Yogyakarta (sebelumnya ditulis Jawa Tengah), sasando dari Nusa Tenggara Timur, kulcapi dari Sumatera Utara, dan sape dari Kalimantan.

“(Instrumen dari Sorga) ini diambil dari kacapi buhun. Di naskah Sunda kuno, kacapi buhun banyak disebutkan, itu instrumen, itu musik, bunyi-bunyian yang ada di surga tidak hanya di dunia,” kata Ketua Komunitas Aing Niduparas Erlang ditemui kemarin, di Museum Multatuli, Rangkasbitung, Minggu (23/10/2022).

Bahkan ada anggapan di masyarakat Baduy dan para pelaku kesenian tradisi kalau kacapi ini bisa dipersembahkan untuk dewata, Tuhan, untuk apapun yang transenden,” imbuh dia.

Kolaborasi ini, kata Nidu, untuk merayakan kegiatan residensi metik kacapi buhun yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Kecapi buhun sendiri merupakan salah satu alat musik tradisional dari masyarakat adat Baduy.

Selama dua bulan mengikuti residensi, lima orang peserta itu belajar dan tinggal di Baduy. Kacapi buhun yang sudah dipelajari kemudian dipentaskan dan berkolaborasi dengan alat musik petik lain.

“Lebih kepada melihat sesuatu, apakah mungkin mempertemukan 5 alat musik tradisional yang ada di Indonesia bertemu di satu panggung. Sepembacaan saya, paling yang kolaborasi cuma dua alat musik tradisional. Nah kita coba bisa nggak sekaligus lima (alat musik petik),” tuturnya.

“Iya hanya alat musik petik (kolaborasi). Karena menyesuaikan dari teman-teman yang belajar itu,” jelasnya.

Pemusik sape dari Kalimantan Barat, Florentini Delly Winki mengatakan, sape juga dipakai untuk ritual bagi masyarakat suku Dayak. Sape digunakan untuk mengiringi upacara pernikahan, pemakaman dan tarian pengiring atau sansangan.

“Iya dulunya (kebutuhan adat),” kata Delly.

Delly menjelaskan, berjalannya waktu membuat sape tidak hanya digunakan untuk ritual namun juga untuk hiburan. Bahkan, sape juga bisa mengiri musik-musik modern.

“Uniknya sape itu, sudah dimodifikasi tanpa meninggalkan musik tradisionalnya. Jadi sudah disesuaikan dengan zaman, semua lagu pop, dangdut, atau lagu Inggris atau lagu luar, semua bisa kita mainkan,” tambahnya.

Senada, pemusik kulcapi dari Sumatera Utara bernama Ramanta Alkaro Sinulingga juga mengaku penggunaan alat musik untuk kegiatan ritual. Bagi masyarakat suku Karo di Medan, kata Ramanta, kulcapi digunakan untuk ritual pengobatan tradisional.

“Sekarang sudah bisa bermain di mana saja. Tapi dulu hanya digunakan di acara ritual di sungai sebagai bentuk pengobatan atau sebagai bentuk terima kasih kepada Maha Pencipta. Seiring berkembangnya zaman, seiringnya juga ada akademisi yang menggeluti (penelitian) musik, jadi kulcapi bisa tampil dimana saja,” kata Ramanta.

Sementara itu, salah satu penonton bernama Agistia Lestari mengaku ikut merasakan sensasi magis dari pertunjukan kolaborasi. Sensasi itu hadir dari bunyi alat musik petik yang dimainkan.

“Pas tadi kolaborasinya dimulai suasanya kaya magis dan membuat kita mengingat momen-momen hening, kaya kita nggak terganggu dengan suara orang selain suara kacapi,” ujar Agis.

Menurutnya, kolaborasi ini bisa mengingatkan penonton untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan alam di dunia. Dengan begitu, lanjut Agis, hidup bisa seimbang.

“Sesekali kita harus hening melihat atau mendengar musik, kita harus melihat batasan, mendengar momen seperti itu. Kita sebagai manusia juga harus hening atau memaknai hidup, alam, dan kesenian,” katanya.

“Aku melihat kekayaan musik terutama budaya dari alat musik yang dihadirkan. Sangat dalam, serat maknanya dengan kehidupan,” pungkasnya.

Sebelumnya, sebanyak 5 alat musik petik dari berbagai daerah di Indonesia akan berkolaborasi pada pagelaran Festival Batara Endah Sora. Festivalnya bakal digelar 22 Oktober, di Museum Multatuli, Lebak, Banten.

Ketua Komunitas Aing Niduparas Erlang mengatakan, lima alat musik petik yang akan berkolaborasi adalah kacapi buhun dari Banten, siter dari Yogyakarta (sebelumnya ditulis Jawa Tengah), sasando dari Nusa Tenggara Timur, kulcapi dari Sumatera Utara, dan sape dari Kalimantan.

Kolaborasi ini menjadi puncak dari kegiatan residensi metik kacapi buhun di Baduy yang diikuti lima orang peserta selama dua bulan.

“Betul, jadi peserta berlatih selama dua bulan di Baduy. Mereka yang sudah ikut residensi kemudian akan pentas. Kolaboratornya, pemain alat musik petik dari berbagai daerah di Indonesia,” kata Nidu kepada detikcom ditemui di Rangkasbitung, Jumat (21/10/2022).

Keterangan foto: Pertunjukan kolaborasi 5 alat musik petik tradisional di Museum Multatuli, Rangkasbitung. (Foto: Fathul Rizkoh/detikcom)