redaksiharian.com – Salah seorang penggiat mangrove di Lontar, Serang, Banten membagikan kisahnya saat bermula terjun ke dunia penyelamatan pesisir. Niat awalnya untuk menyelamatkan tambak keluarga.

“Dulu kan di sini 2 Km ke arah utara adalah tambak ikan bandeng. Karena adanya penutupan Sungai Ciujung lama jadi aliran sungai yang dulunya deras dan ada membawa endapan hingga Tanjung Pontang, langsung hilang dan membuat hulu perlahan habis dikikis ombak. Hingga abrasi di sini semakin parah,” ujarnya.

“Saya pun berpikir bagaimana cara menanggulangi dan menyelamatkan tambak saya. Masalahnya tidak hanya ombak saja, namun juga angin laut yang langsung ke pemukiman. Saya coba-coba dengan berbagai tumbuhan dan akhir bertemulah dengan bakau. Saya otodidak ilmunya, mulai tanam biji bakau bersama keluarga,” cerita Ropin, penggiat bakau yang ada di Lontar kepada detikTravel.

Ropin mengatakan bahwa dia mulai menanam mangrove semenjak tahun 2013. Hatinya tergerak karena kondisi abrasi yang parah di lingkungannya.

“Awalnya mulai 500 biji. Dulu kan di sini lumpur, lalu merayaplah ke arah laut dan menanam biji bakau dengan styrofoam. Setelah 3 minggu biji ini tidak juga tumbuh. Pesimislah saya karena sia-sia yang saya lakukan,” lanjutnya.

Setelah satu bulan, Ropin pun terkejut dengan munculnya daun di biji yang dia tanam. Rasa optimistis dan semangatnya bangkit kembali. Tak henti, bersama keluarga serta warga sekitar yang punya lahan terimbas abrasi, dia mulai menanam bakau. Tentu saja dengan biaya sendiri.

“Dulu kondisinya di sini pematang-pematang ini, jadi jika satu tergerus ombak, maka air akan terus naik dan menggerus lainnya. Dan itu jaraknya ada 50 meter hingga 100 meter yang tiap tahun hilang. Ada sekitar 2 Km ke utara yang hilang waktu itu,” tambahnya.

Kemudian di tahun 2015, Dinas Kelautan dan Perikanan Banten datang ke Lontar dan terkejut dengan lahan mangrove yang ditanam Ropin bersama keluarga. Dengan terang Ropin mengatakan kepada DKP bahwa dia menanam bakau ini dengan biaya sendiri tanpa ada bantuan pemerintah.

Kemudian DKP menawarkan penyemaian bibit bakau. Dia pun mendapatkan 10.000 bibit yang nantinya berlanjut untuk dialokasikan kepada mahasiswa, warga, perusahaan hingga instansi pemerintah yang ingin melakukan kegiatan penanam mangrove.

Sebagai penggiat mangrove, perlahan Ropin dikenal banyak orang baik di perusahaan maupun instansi pemerintah, terutama untuk wilayah Banten.

“Saya kan namanya Ropin, lalu dihubung-hubungkanlah mangrove dengan nama saya, jadinya ‘Mang Ropin’, ‘Mang Rov’.. Gitu…” cerita Ropin sambil tertawa.

Berbekal niat menyelamatkan tambak dengan menanam mangrove, membawa Ropin bertemu dengan banyak pihak. Termasuk juga dia berkesempatan bertemu dan bertukar pikiran dengan penggiat mangrove dari berbagai daerah.

“Yang awalnya otodidak, setelah itu cari tahu di internet dan ternyata banyak penggiat mangrove di Indonesia. Dan kami ada grup Whatsapp sesama penggiat mangrove untuk berbagi informasi,” ujarnya.

Ropin mengakui bahwa dengan adanya tanaman mangrove, besar sekali manfaat yang dia rasakan.

“Alhamdulillah setelah mangrove tumbuh tinggi, perubahan yang paling terasa adalah dari angin. Dulu angin laut sangat kencang terasa, sekarang angin telah terhalang pohon mangrove. Namun banjir rob masih ada karena tanah kita ini terlalu rendah, pasangnya tinggi, tapi tidak berbahaya,” katanya.

Ropin bersyukur bahwa dia terjun dalam dunia mangrove dan juga memberikan edukasi kepada orang lain. Dia ingin semua orang sadar dan mencintai mangrove karena perannya sangat penting bagi pesisir pantai.

Sekarang, mangrove yang ditanam Ropin telah tumbuh besar dan membentuk hutan mangrove. Dia pun diberi ide oleh orang DKP di tahun 2018 untuk membuat jalur trekking dan menjadikan lahan mangrovenya sebagai tempat wisata.

“Bermula dari orang DKP yang mengusulkan untuk membuat jalur trekking. Kemudian mereka juga membantu mencarikan dana untuk memfasilitasi ide tersebut,”

“Jadi selain jadi tempat wisata, di sini kita juga sebagai lokasi penyemaian bibit bakau. Ada yang bibit dari DKP dan berbagai instansi, ada juga bibit yang kami kembangkan sendiri. Nah, yang kami tanam sendiri ini nanti untuk dijual, diputar lah uangya,” kata Ropin.

Tidak hanya sebagai penggiat mangrove, Ropin juga kesehariannya berprofesi sebagai guru. Dia juga memfasilitasi siapapun, mulai mahasiswa hingga instansi dan perusahaan besar untuk menemukan lahan yang sekiranya butuh ditanami mangrove.

“Kita tak hanya mengembangkan benih bakau, namun juga memfasilitasi lahan yang butuh ditanami bakau. Jadi jika ada perusahaan atau instansi ingin melakukan kegiatan penanaman, saya akan mencarikan lahan dan meminta izin kepada pemilik lahan,” lanjutnya.

Tentu traveler penasaran berapa luas lahan yang telah ditanam Ropin bersama keluarganya, bukan? “Luas 20 hektar yang telah ditanami mangrove dan yang milik pribadi hanya 0,5 hektar,” tutupnya.