redaksiharian.com – Pendapatan driver ojek online (ojol) tak seindah beberapa tahun lalu. Bahkan, jika mereka bekerja selama 12 jam per harinya.
Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat Djoko Setijowarno mengatakan pendapatan ojol rata-rata kurang dari Rp 3,5 juta per bulan. Ini jauh dari jumlah yang dijanjikan pada tahun 2016 yakni mencapai Rp 8 juta.
“Sulit rasanya menjadikan profesi pengemudi ojol menjadi sandaran hidup. Pasalnya, aplikator tidak membatasi jumlah pengemudi, menyebabkan ketidakseimbangan supply dan demand,” kata Djoko.
Pendapatan yang tak meningkat ini juga terjadi bahkan setelah kebijakan kenaikan tarif ojol diterapkan beberapa waktu lalu. Penyebabnya adalah secara bersamaan pemerintah juga menaikkan harga BBM.
Hal tersebut yang membuat pendapatan para pengemudi tidak bisa menutup ongkos yang dikeluarkan. Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati, mencontohkan dulu para driver bisa mengisi BBM sekitar Rp 25 ribu dan masih ada uang sisa yang dibawa pulang oleh para pengemudi.
“Dulu ngisi sekitar 25 ribu ada selisih, ya kita ada sisa ya yang dibawa pulang, 30 ribu 25 ribu. Kekuatan driver kan pasti ngisinya pasti 20-25,” ujar Lily saat dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (13/10/2022).
“Nah sekarang, temen-temen driver itu, aku sendiri contohnya, ngisi 40 ribu itu pun kita pulang belum tentu dapat bersih 40 ribu”.
Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dijanjikan juga disebut bukanlah solusi. Sebab Lily mengatakan yang dibutuhkan adalah harga BBM yang turun.
“Apa yang dijanjikan pemerintah seperti BLT, mana janji pemerintah BLT, kita tidak menginginkan BLTdan sebagainya, turunkan saja BBM. Karena BLT itu cara membaginya juga enggak ngerti bagaimana kan kita enngak tau mekanismenya,” ungkapnya.
Kebanyakan pengemudi yang bergabung dalam SPAI adalah full–time driver atau menjadikannya sebagai pekerjaan utama. Rata-rata tiap pengemudi menghabiskan waktu bekerja selama 12-13 jam sehari.