redaksiharian.com – “Tidak semua orang yang lakukan bunuh diri itu ada gangguan jiwa. Kalau sudah terlintas mau mati, jangan takut untuk cerita ke orang terdekat karena tidak ada orang yang imun terhadap pikiran tersebut, bisa muncul kapan saja,” kata Pakar kesehatan mental dari Emotional Health For All (EHFA) Dr. Sandersan Onie saat webinar Hari Kesehatan Mental Dunia, Senin (10/10/2022).

Hasil riset EHFA menemukan bahwa jumlah kasus bunuh diri di Indonesia setidaknya empat kali lebih besar dari yang dilaporkan. Jumlah kasus bunuh diri resmi yang tercatat di Kepolisian pada 2020 ada sebanyak 670 jiwa.

Tetapi, EHFA mencatat paling tidak kematian akibatbbunuh diri di Indonesia pada 2020 minimal 2.700 jiwa. Adapun faktor-faktor yang kemungkinan mempengaruhi rendahnya pelaporan kasus bunuh diri disebabkan arena stigma dan potensi dampak sosial sehingga keluarga mungkin tidak melaporkan jika orang terdekat yang bunuh diri.

Kemudian, atas permintaan keluarga, dokter atau polisi mungkin tidak melaporkan jika bunuh diri telah terjadi. Selain itu juga karena Indonesia belum memiliki registrasi kematian yang melaporkan data akurat, sehingga data mungkin tidak terekam.

Sandersan menyarankan, bila terlintas pikiran untuk bunuh diri, tak perlu sungkan untuk bercerita dengan orang yang dipercaya.

“Curhat ke orang minta dukungan dan doa mereka. Kalau sampai gak bisa hilang, bahkan mencoba untuk lakukan, jangan ragu untuk bertemu dengan piskolog,” sarannya.

Selain itu, bisa lakukan berbagai aktivitas untuk mendorong pikiran jadi lebih positif. Misalnya, tidur cukup, olahraga, dan bersosialisasi dengan lingkungan.

“Kalau merasa kalau kurang tidur kan inginnya marah-marah. Jadi tidur cukup itu penting, yoga juga penting. Selain itu juga kita perlu inner circle, di mana curhat itu sangat sehat. Kita butuh teman-teman yang bukan cuma kumpul untuk main, tapi butuh teman yang bisa curhat dan mereka tidak menghakimi. Sama seperti kita dengarkan curhatan orang lain dan tidak menghakimi orang lain,” tuturnya.