redaksiharian.com – Seorang ratu kecantikan Myanmar yang terang-terangan menentang kudeta militer, ditolak masuk ke Thailand oleh otoritas imigrasi negara itu. Kini, ratu kecantikan itu ditahan di bandara Bangkok.

Seperti dilansir AFP, Jumat (23/9/2022), Thaw Nandar Aung, atau yang lebih dikenal sebagai Han Lay yang merupakan Miss Grand Myanmar, meminta bantuan usai ditahan di bandara utama internasional Bangkok pada Kamis (22/9) waktu setempat, setelah mendarat dengan penerbangan dari Vietnam.

Dia menjadi pemberitaan utama pada Maret 2021 ketika mendesak dunia untuk ‘menyelamatkan’ rakyat Myanmar dari militer, yang merebut kekuasaan dengan kudeta yang dilancarkan sebulan sebelumnya.

Para pejabat imigrasi Thailand menyatakan Han Lay ditolak masuk karena ada masalah dengan paspornya.

Dalam postingan via akun Facebook-nya yang terverifikasi pada Jumat (23/9) waktu setempat, Han Lay mengatakan dirinya khawatir polisi Myanmar akan datang dan menjemputnya di bandara.

“Saya meminta otoritas Thailand dari sini, tolong bantu saya,” tulis Han Lay dalam bahasa Inggris, sembari menambahkan dirinya telah menghubungi badan pengungsi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

Seorang pejabat Thailand, yang enggan disebut namanya, menuturkan kepada AFP bahwa polisi Myanmar belum berbicara dengan Han Lay. Pejabat itu juga menyatakan terserah pada Han Lay untuk memutuskan terbang ke mana dari Bangkok.

Lihat juga video ‘Bantahan Junta Militer Myanmar, Serang Sekolah-Buat Tewas 13 Orang’:

Saat berada di Bangkok untuk bersaing dalam kontes Miss Grand International, Han Lay yang mantan mahasiswa psikologi itu berbicara terang-terangan menentang kudeta militer yang melengserkan pemerintahan sipil yang dipimpin Aung San Suu Kyi.

“Saya ingin mengatakan dari sini kepada dunia: tolong dukung rakyat Myanmar,” ucap Han Lay kepada media lokal Thailand, Khaosod English. “Begitu banyak orang tewas di Myanmar karena senjata militer… Tolong selamatkan kami,” imbuhnya.

Myanmar jatuh dalam kekacauan sejak kudeta, dengan junta militer berupaya keras memerangi semua perlawanan terhadap kepemimpinannya. Operasi penindakan militer terhadap mereka yang berbeda pendapat, menurut kelompok pemantau setempat, telah menewaskan lebih dari 2.300 warga sipil.

Junta Myanmar menyebut korban tewas nyaris mencapai 3.900 warga sipil.