redaksiharian.comJakarta, CNBC Indonesia – Bursa Asia-Pasifik ditutup cerah bergairah pada perdagangan Jumat (9/9/2022) akhir pekan ini, di mana investor masih mencerna pernyataan ketua bank sentral Amerika Serikat (AS) yang akan tetap menaikkan suku bunga untuk menjinakan inflasi.

Indeks Hang Seng Hong Kong memimpin penguatan bursa Asia-Pasifik pada hari ini, yakni ditutup melejit 2,69% ke posisi 19.362,25. Sedangkan indeks Nikkei Jepang ditutup menguat 0,53% ke 28.214,75, Shanghai Composite China terapresiasi 0,82% ke 3.262,05.

Berikutnya indeks Straits Times Singapura ditutup melesat 0,91% ke posisi 3.262,95, ASX 200 Australia bertambah 0,66% ke 6.894,2, KOSPI Korea Selatan bertambah 0,33% ke 2.384,28, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir naik 0,15% menjadi 7.242,66.

Dari China, data inflasi pada periode Agustus 2022 dilaporkan melambat. Biro Statistik Nasional (NBS) China melaporkan realisasi inflasi dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) pada bulan lalu mencapai 2,5% secara tahunan (year-on-year/yoy),

Angka ini turun dari posisi Juli 2022 yang mencapai 2,7%. Realisasi tersebut juga lebih rendah dari perkiraan pasar dalam survei Reuters, yaitu 2,8%.

Khusus untuk inflasi dari sisi produsen (producer price index/PPI) China pada bulan lalu dilaporkan alami kenaikan 2,3%, menjadi level terendah selama 18 bulan atau sejak Februari 2021.

“Inflasi akan melemah lebih jauh sepanjang sisa tahun ini berkat penurunan harga komoditas yang terus berlanjut dan basis perbandingan yang lebih tinggi,” kata analis Capital Economics Sheana Yue dan Zichun Huang dalam sebuah laporan risetnya, dikutip Reuters.

Diketahui memburuknya situasi China dipengaruhi oleh beberapa faktor. Antara lain lesunya sektor properti, peningkatan kasus Covid-19, dan rendahnya konsumsi masyarakat serta penurunan aktivitas pabrik.

Pada kelompok harga makanan, ada kenaikan sebesar 6,1%, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai 6,3%. Meskipun harga daging babi naik 22,4%, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 20,2%.

Adapun inflasi inti naik 0,8% dari tahun sebelumnya, tidak berubah dari posisi Juli lalu.

Pada Agustus lalu, bank sentral China (People Bank of China/PBoC) memangkas suku bunga utama dan menurunkan suku bunga pinjaman acuan untuk menghidupkan kembali ekonomi yang goyah.

Pembuat kebijakan China minggu ini mengisyaratkan rasa urgensi baru untuk menopang ekonomi yang lesu, mengatakan tindakan sangat penting pada kuartal ini karena data menunjukkan hilangnya momentum ekonomi lebih lanjut.

Di lain sisi, investor masih mengevaluasi pernyataan dari ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell kemarin.

Berbicara dalam acara Annual Monetary Conference yang diselenggarakan Cato Institute, Powell mengingatkan jika tugas memerangi inflasi masih jauh dari selesai.

Dia juga mengatakan tidak ingin mengulang apa yang terjadi pada periode 1970-an dan 1980-an di mana inflasi terus melambung tinggi karena keterlambatan dalam menekan ekspektasi inflasi.

“Sejarah mengingatkan kita dengan keras mengenai pelonggaran moneter yang dilakukan secara premature. Saya bisa yakinkan kepada Anda jika bank sentral berkomitmen kuat untuk menurunkan inflasi sampai tugas itu berhasil,” tutur Powell, dikutip dari CNBC International.

Ia sekali lagi menegaskan akan terus menaikkan suku bunga dan menahannya di level tinggi dalam waktu yang lama sampai inflasi kembali ke 2%.

“Saya meyakinkan anda, saya dan rekan-rekan saya sangat berkomitmen dalam proyek ini (menaikkan suku bunga) sampai tugas kami selesai (inflasi turun),” kata Powell.

Pasca pernyataan tersebut, pasar melihat suku bunga akan dinaikkan lagi sebesar 75 basis poin (bp) pada bulan ini, dengan probabilitas sekitar 86%.

Sebelum komentar Powell, bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) telah terlebih dahulu memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 bp.

Kenaikan tersebut sesuai dengan ekspektasi mayoritas pelaku pasar. Namun dalam pernyataannya ECB memberikan sinyal bahwa ke depan kenaikan suku bunga acuan masih akan terus dilanjutkan mengingat laju inflasi yang masih jauh dari sasaran target.

“Langkah besar ini mengawali transisi dari tingkat kebijakan yang sangat akomodatif yang berlaku ke tingkat yang akan memastikan pengembalian inflasi tepat waktu ke target jangka menengah 2% ECB,” katanya dalam sebuah pernyataan.

TIM RISET CNBC INDONESIA