redaksiharian.comJakarta, CNBC Indonesia – Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup melemah pada perdagangan Kamis (8/9/2022), di tengah turunnya imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS).

Mayoritas investor kembali melepas SBN pada hari ini, ditandai dengan kenaikan imbal hasil (yield). Namun untuk SBN tenor 1, 5, dan 25 tahun masih ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 1 tahun turun 0,4 basis poin (bp) ke posisi 4,622%. Sedangkan yield SBN tenor 5 tahun melemah 1,5 bp ke 6,764%, dan yield SBN berjangka waktu 25 tahun melandai 1,7 bp menjadi 7,496%.

Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara kembali naik 0,9 bp ke posisi 7,21%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) merilis Survei Konsumen edisi Agustus pada hari ini. Hasilnya, konsumen Indonesia semakin optimistis.

Hasil survei dari BI menunjukkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Agustus sebesar 124,7, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 123,7.

IKK menggunakan angka 100 sebagai ambang batas. Di atasnya berarti optimistis, di bawahnya adalah pesimistis.

“Meningkatnya optimisme konsumen pada Agustus 2022 didorong oleh peningkatan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi terhadap ekonomi ke depan,” tulis BI dalam rilisnya.

Indeks Ekonomi Saat Ini (IKE) tercatat naik menjadi 111,7 dari sebelumnya 110,9. Begitu juga Indeks Ekspektasi Ekonomi (IEK) yang naik menjadi 137,7 dari sebelumnya 135,5.

Seluruh komponen pembentuk IKE mengalami kenaikan, yang tentunya menjadi kabar bagus. Indeks Penghasilan Saat Ini mengalami kenaikan sebesar 1,6 poin menjadi 119,8.

Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat ini dan Indeks Pembelian Barang Tahan Lama juga meningkat masing-masing sebesar 0,3 menjadi 112,2 dan 103,1.

Kenaikan indeks tersebut menjadi indikasi konsumen bisa melakukan lebih banyak belanja, yang tentunya bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

Seperti diketahui, konsumsi rumah tangga merupakan kontributor terbesar Produk Domestik Bruto (PDB), sekitar 54%.

Sementara itu IEK yang menanjak ditopang oleh ekspektasi terhadap kegiatan usaha dan ekspektasi terhadap ketersediaan lapangan kerja yang masing-masing tercatat sebesar 138,8 dan 136,2, lebih tinggi dari 133,5 dan 134,5 pada Juli 2022.

Beralih ke AS, yield obligasi pemerintah (US Treasury) cenderung kembali melandai pada pagi hari ini, karena investor mencerna keuntungan pasar kemarin, yang memberi sinyak bursa saham AS, Wall Street menjadi hari terbaiknya dalam hampir sebulan pada perdagangan kemarin.

Dilansir data dari CNBC International, yield Treasury tenor pendek yakni 2 tahun turun 0,8 bp menjadi 3,439%.

Sedangkan yield Treasury berjangka menengah yakni tenor 10 tahun yang juga menjadi Treasury benchmark AS juga turun 2,2 bp ke posisi 3,243%.

Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) merilis Beige Book pada hari ini, yang menunjukkan prospek inflasi yang masih berpotensi meninggi dan pertumbuhan ekonomi AS yang cenderung lemah.

Pasar memprediksi bahwa bank sentral Negeri Paman Sam tersebut akan kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 bp pada akhir bulan ini.

Asal tahu saja, The Fed sudah mengerek naik suku bunga acuannya sebanyak 4 kali menjadi 2,25% sepanjang tahun ini.

Di bulan Juni dan Juli, The Fed menaikkan Federal Funds Rate (FFR) masing-masing sebesar 75 bp dan menjadi pengetatan moneter sejak tahun 1990-an.

TIM RISET CNBC INDONESIA