Pemerintah diminta menata ulang mekanisme pelaksanaan ibadah haji tanpa mengantre atau haji furoda untuk menghindari terjadinya penipuan. Pengamat masalah haji, Ade Marfuddin, mengatakan pelaksanaan haji furoda yang terjadi saat ini tidak terkoordinasi dengan baik. Akibatnya banyak perusahaan agen travel penyelenggaraan ibadah haji yang memberikan janji dan harapan palsu kepada para calon jemaah haji yang berujung pada deportasi atau gagal berangkat.

Haji furoda adalah haji di luar kuota yang diberikan pemerintah Arab Saudi kepada pemerintah Indonesia. Calon jemaah yang enggan menunggu puluhan tahun untuk menjalankan rukun Islam kelima itu harus rela merogoh kocek hingga sampai ratusan juta rupiah.

“Banyak jemaah haji yang was-was, banyak calon jemaah haji yang sudah sampai di bandara tidak kunjung turun visanya. Akibatnya tiketnya hangus. Artinya banyak perusahaan yang gambling untuk mendapatkan visa furoda ini, karena datangnya tidak sesuai jadwal, tidak terencana dengan baik, sehingga perlu dievaluasi dengan baik,” kata Ade.

Para jemaah Haji seluruh dunia berdoa di luar masjid Namira di Arafah.

Para jemaah Haji seluruh dunia berdoa di luar masjid Namira di Arafah.

Ade mengatakan hal tersebut menyusul adanya 46 orang calon jemaah haji furoda dari Tanah air yang dideportasi pemerintah Arab Saudi. Seluruh calon jemaah haji tersebut gagal menunaikan ibadah haji karena tidak lolos proses imigrasi. Setelah diselidiki, berdasarkan pengakuan pihak travel, mereka menggunakan visa Kedutaan Arab Saudi dari Singapura dan Malaysia untuk memberangkatkan 46 WNI tersebut.

Untuk menghindari hal tersebut kembali terulang, Ade mengimbau pemerintah untuk menjalin kerja sama business to business (B to B) dengan Kerajaan Arab Saudi dalam menyikapi tingginya keinginan masyarakat untuk melaksanakan ibadah haji furoda itu.

“Perlu ada sebuah solusi berupa diplomasi. Buka keran komunikasi yang baik dengan Kementerian Arab Saudi terkait dengan visa furoda,” kata Ade.

Menag Yaqut Cholil Qoumas usai tunaikan umrah wajib. (Foto: Courtesy/Kemenag)

Menag Yaqut Cholil Qoumas usai tunaikan umrah wajib. (Foto: Courtesy/Kemenag)

Tindak Tegas Agen Travel

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bakal menindak tegas agen travel yang mengangkut jemaah haji Indonesia yang dideportasi itu.

“Travel yang menurut saya tidak menyelenggarakan sesuai dengan apa yang sudah menjadi peraturan, misalnya kemarin kita dengar ada 46 calon jemaah yang dipulangkan, kita akan berikan sanksi yang saya kira paling tegas buat mereka,” tegas Menag dalam pernyataan tertulisnya.

Lebih lanjut, Menag menjelaskan setiap penyelenggara perjalanan ibadah haji, termasuk juga umrah, tidak boleh mempermainkan nasib orang, apalagi mereka yang ingin beribadah.

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief. (Foto: Courtesy/Kemenag)

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief. (Foto: Courtesy/Kemenag)

Sementara itu, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Hilman Latief, mengatakan pemerintah dalam hal ini, Kementerian Agama tidak memiliki kewenangan dalam mengelola visa haji furoda. Kewenangan Kementerian Agama, ujarnya, adalah mengelola visa haji kuota Indonesia yang didalamnya terdapat visa kuota haji reguler dan visa kuota haji khusus.

Hal tersebut, kata Hilman, sesuai dengan Undang-Undang No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yang mengatur bahwa visa haji Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu: visa haji kuota Indonesia dan visa haji mujamalah atau undangan pemerintah Kerajaan Arab Saudi.

“Sesuai undang-undang, Kementerian Agama tidak mengelola visa haji mujamalah, hanya visa haji kuota Indonesia,” ungkap Hilman dalam pernyataan tertulisnya.

Hilman menjelaskan, visa haji mujamalah atau visa furoda sifatnya adalah undangan dari Kerajaan Arab Saudi, sehingga pengelolaan visa tersebut merupakan kewenangan langsung dari Kedutaan Besar Arab Saudi.

Adapun terkait teknis keberangkatannya, lanjut Hilman, pemegang visa mujamalah harus berangkat ke Arab Saudi melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).

Sesuai dengan Ayat (2) pasal 18 UU No 8 Tahun 2019 telah diatur bahwa warga negara Indonesia yang mendapatkan undangan visa haji mujamalah dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi wajib berangkat melalui PIHK.

“Ketentuan ini dimaksudkan agar proses pemberangkatan setiap WNI yang akan menunaikan ibadah haji tercatat. Di samping itu, pihak penyelenggara yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah PIHK,” tutur Hilman.

Selain itu, berdasarkan Ayat (3) pasal 18 UU no 8 Tahun 2019 juga diatur bahwa PIHK yang memberangkatkan WNI yang mendapatkan undangan visa haji mujamalah dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi wajib melapor kepada Menteri Agama. [gi/ah]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.