redaksiharian.com – Kementerian Perhubungan akhirnya menetapkan tarif baru ojek online di Indonesia. Aturan ini akan berlaku mulai 10 September 2022.

Harga yang ditetapkan memang sedikit berbeda dari yang ada sebelumnya. Meski demikian, kenaikan tarif minimum dan tarif per kilometer di tiga zonasi dinilai konsumen terlalu tinggi.

Konsumen bahkan hanya bersedia membayar rata-rata 5% lebih tinggi dari tarif ojek online yang berlaku sekarang ini.

Hal itu terungkap dalam hasil riset dari Research Institute for Socio-Economic Development (RISED) yang berjudul Persepsi Konsumen Terhadap Kenaikan Tarif Ojek Daring di Indonesia.

Dari hasil riset tersebut, terungkap bahwa mayoritas atau sebanyak 73,8% konsumen meminta agar pemerintah mengkaji ulang tingkat kenaikan tarif ojek daring karena dianggap terlalu tinggi.

Pelaksanaan survei dilaksanakan pada 1.000 konsumen pengguna ojek daring yang tersebar di sembilan kota besar di Indonesia yang mewakili ketiga zona yang diatur di dalam Kepmenhub No.564/2022. Waktu penelitian dimulai dari 19 hingga 22 Agustus 2022, sedangkan nilai margin of error survei berada di kisaran 1,03%.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami respons konsumen terhadap kebijakan kenaikan tarif yang berpedoman pada Kepmenhub No.564/2022, sekaligus memberikan gambaran terkait daya beli dan willingness to pay (kesediaan membayar) konsumen terhadap layanan ojol.

Dalam pandangan konsumen riset tersebut, kebijakan tarif baru ini dinilai terlalu mahal, batasan tarif per zona juga tidak mencerminkan daya beli masyarakat di setiap wilayah, dan tarif yang sudah berlaku sekarang dinilai sudah sesuai.

“Riset ini merupakan hasil riset lanjutan dari riset kami sebelumnya mengenai tarif ojek daring di tahun 2019. Karena industri ojek daring adalah multi-sided market, kami melihat penentuan tarif tidak bisa hanya mempertimbangkan dari sisi pengemudi, tetapi juga konsumen serta mitra lain di dalam ekosistem seperti pedagang dan UMKM,” kata Ketua Tim Peneliti RISED Rumayya Batubara, dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (8/9/2022).

Hasil survei tersebut juga mengungkapkan, konsumen banyak memanfaatkan ojek daring ini untuk menuju tempat produktif dan kegiatan ekonomi seperti sekolah, tempat kerja, dan pusat perbelanjaan. Tidak sedikit pula yang memanfaatkan ojek daring sebagai feeder untuk menuju lokasi transportasi umum.

Ditemukan juga bahwa mayoritas konsumen hanya mampu memberikan tambahan biaya sebesar Rp 500 – Rp 3.000 untuk setiap perjalanan yang dilakukan menggunakan layanan ojek daring.

Menurut Rumayya, bila dilihat dari segi tambahan biaya per hari, konsumen hanya bersedia membayar biaya tambahan sebesar Rp 1.000 – Rp 20.000 per hari atau maksimum sekitar Rp 1.600 per km.

Padahal, tambahan tarif sebagaimana yang tercantum pada Kepmenhub 564/2022 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi mencapai Rp 2.800 hingga Rp 6.200 per km.

“Kesediaan membayar atau willingness to pay biaya tambahan dari konsumen bila ada biaya tambahan ini sekitar rata-rata 5 persen untuk semua zona,” jelasnya.

Sementara itu, menurut ekonom Universitas Airlangga ini, bila diklasifikasi per zona, willingness to pay atau biaya tambahan untuk zona I adalah 5% dari pengeluaran saat ini, zona II adalah 4% dan zona III adalah 4,5%.

“Dari ketiga zona tersebut dapat dilihat bahwa zona II memiliki tingkat willingness to pay untuk biaya tambahan ojek daring yang paling rendah,” kata dia.

Rumayya juga menjelaskan bahwa saat ini situasi makro ekonomi tidak kondusif mengingat terjadi tren inflasi mengalami kenaikan dan terdapat rencana akan ada kenaikan biaya bahan bakar minyak (BBM) yang akan membuat daya beli konsumen semakin tertekan.

Di kondisi seperti ini, katanya, kenaikan tarif atau biaya jasa ojek daring tentu tidak terelakkan di tengah situasi sekarang. “Namun, yang menjadi pertanyaan adalah seberapa besar jumlah kenaikan tersebut, supaya tidak membuat daya beli konsumen semakin tertekan dan konsumen tetap mau memanfaatkan jasa ojek daring.”

Dampak dari tarif yang baru ini juga mendorong konsumen untuk beralih ke kendaraan pribadi. Sebanyak 53,3% konsumen memang menyatakan akan kembali menggunakan kendaraan pribadi, jika kenaikan tarif ini jadi diberlakukan.

“Perpindahan para pengguna ojol ke kendaraan pribadi ini tentunya juga akan memperparah kemacetan yang terjadi di kota-kota besar.”pungkasnya