redaksiharian.comJakarta, CNBC Indonesia – Harga kripto utama terpantau menguat pada perdagangan Kamis (8/9/2022), di tengah cerahnya pasar saham global.

Melansir data dari CoinMarketCap pada pukul 09:00 WIB, Bitcoin melesat 2,09% ke posisi harga US$ 19.208,08/koin atau setara dengan Rp 286.200.392/koin (asumsi kurs Rp 14.900/US$). Sedangkan untuk Ethereum melonjak 5,79% ke posisi US$ 1.619,58/koin atau Rp 24.131.742/koin.

Berikut pergerakan 10 kripto utama pada hari ini.

Sumber: CoinMarketCap

Bitcoin menguat ke kisaran US$ 19.000, setelah sehari sebelumnya sempat terkoreksi ke kisaran US$ 18.000.

Tak hanya Bitcoin saja, Ethereum yang sebelumnya sempat terkoreksi ke kisaran US$ 1.500 pada perdagangan kemarin, pada hari ini menguat ke kisaran US$ 1.600.

Bitcoin dan Ethereum beserta kripto lainnya kembali bangkit di tengah cerahnya bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan kemarin.

Asal tahu saja, kripto dan bursa saham AS, terutama indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite telah berkorelasi sejak awal tahun ini, sehingga pergerakan kripto terkadang juga dipengaruhi oleh kedua indeks saham utama Wall Street tersebut.

Penguatan indeks saham Wall Street menyusul pelemahan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun.

Yield Treasury tenor 10 tahun terpantau melemah 3 basis poin (bp) menjadi 3,31%, setelah sempat menyentuh posisi tertingginya sejak pertengahan Juni 2022 di 3,35%.

Treasury tenor 10 tahun merupakan aset pendapatan tetap yang dikenal paling aman sehingga sering disebut sebagai risk free.

Ketika risk free rate naik, wajar jika saham dan kripto yang lebih berisiko dilepas para investor dan mengalami koreksi harga. Setidaknya itulah yang terjadi belakangan ini.

Kenaikan risk free rate dipicu oleh arah kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang masih bernada hawkish. Pelaku pasar mengantisipasi The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bp pada pertemuan September ini.

Asal tahu saja, The Fed sudah mengerek naik suku bunga acuannya sebanyak 4 kali menjadi 2,25% sepanjang tahun ini.

Di bulan Juni dan Juli, The Fed menaikkan Federal Funds Rate (FFR) masing-masing sebesar 75 bp dan menjadi pengetatan moneter sejak tahun 1990-an.

Selain berdampak pada kenaikan yield Treasury, kenaikan suku bunga yang agresif juga membuat indeks dolar AS menguat dan tembus 110.

Penguatan indeks dolar AS menelan korban yaitu mata uang lain termasuk mata uang negara maju seperti Euro dan Poundsterling.

Bahkan belum lama ini, Poundsterlling melemah ke posisi terendahnya sejak tahun 1985.

The Fed yang masih akan agresif dalam mengerek suku bunga acuan diprediksi akan membuat ekonomi AS terdampak. Pertumbuhan ekonominya diramal bakal melambat bahkan sampai resesi.

Namun The Fed masih ‘kekeuh’ bahwa inflasi tampaknya belum mencapai puncak sehingga kebijakan moneter yang restriktif masih akan ditempuh.

Di lain sisi menurut analis pasar senior dari Oanda, Craig Erlam, investor di kripto masih perlu waspada terhadap risiko pasar di global meski pada hari ini harga kripto mengalami penguatan.

“Pertanyaannya sekarang adalah apakah kita bisa melihat spiral lain, seperti yang sering kita alami di masa lalu, jika Bitcoin menembus posisi terendah musim panas di kisaran US$ 17.500 untuk diperdagangkan pada level akhir 2020,” kata Erlam kepada CoinDesk.

Sementara itu menurut vice president bursa kripto Luno, Vijay Ayyar, kondisi makroekonomi global yang masih belum menentu membuat kripto menguat masih cenderung terbatas.

“Lingkungan makro juga terus terbukti sulit dengan dolar AS terus naik ke level tertinggi. Ini berdampak pada semua aset berisiko seperti yang bisa kita lihat,” kata Vijay Ayyar kepada CNBC International.

“Jika kita melihat dolar mulai bergerak turun, maka kita seharusnya bisa melihat aset berisiko seperti Bitcoin kembali naik,” tambah Ayyar.

TIM RISET CNBC INDONESIA