
RedaksiHarian – Hack4Resilience digelar Founders Talent (FoTa), organisasi pendukung gerakan inovasi berkelanjutan. Agenda ini diikuti para peserta sedikitnya dari empat negara, yakni Indonesia, Thailand, India, dan Belanda.
Direktur Founders Talent, Ida Hindarsah, mengatakan, Hack4Resilience digelar untuk membangun sejumlah aplikasi big data yang nantinya dapat berkontribusi menangani krisis akibat pandemi Covid-19. Prototipe yang diperlombakan akan dimasukkan ke dalam Covid-19 Observatory.
Baca Juga: Link Streaming Video Detik-detik Diplomat Indonesia ‘Pukul Telak’ Vanuatu di Sidang PBB
ADVERTISEMENT
“Nantinya akan segera ditindaklanjuti kepada pejabat publik dengan data di dunia nyata,” katanya dalam diskusi daring “Pitching & Awarding Hack4Rilience”, Minggu, 27 September 2020.
Pihaknya telah menyiapkan kerangka kerja dukungan di setiap wilayah yang berpartisipasi yang terdiri dari komunitas mitra di tingkat global.
Mereka diantaranya adalah TomTom, Facebook, T-Hubs Hyderabad, STEAM Platform, Thailand dan Singapura Swiss Technical University Future Resilient Cities Center (ETH), Founders Talent Bandung, dan Global Resilient Cities Network.
Baca Juga: Tentang Orang Ketiga, Nadiya Rawil Rilis ‘Satu di Antara Berjuta’
“Di Belanda, kami telah bermitra dengan Pusat Inovasi Data dan kota-kota tangguh Rotterdam dan Den Haag,” tambahnya.
Lebih jelasnya, kata Ida, inovasi yang diperlombakan dalam Hack4Resilience, merupakan inovasi yang dibuat berdasarkan kebutuhan pejabat publik, atau fenomena masyarakat di tengah pandemi Covid-19, sehingga perlu dicarikan solusinya.
“Tujuannya adalah untuk memberi mereka (pejabat publik/pembuat keputusan) data dan alat yang dapat mendekatkan mereka ke tata kelola berbasis data,” katanya.
Baca Juga: Sempat Tertunda karena Covid-19, Tanggal Pernikahan Changmin TVXQ Resmi Diumumkan SM Entertainment
Atmos FC-19
Atmos FC-19 sang pemenang, membawa inovasi berbentuk platform bertajuk WaktuTani. Platform WaktuTani dihadirkan untuk menjawab permasalahan klasik soal agrikultur di tanah air, khususnya terkait ketahanan pangan .
Yogi Sahat Maruli Simanjuntak, perwakilan dari Atmos FC-19, menjelaskan, latar belakang dibuatnya platform lantaran di Indonesia distribusi hasil pertanian tidak merata. Dua hal ini digawangi masalah defisit atau surlus hasil bumi. Pada akhirnya harga pangan tersebut tidak stabil di pasaran.
Padahal, kata Yogi, hal ini harus begitu diperhatikan menimbang sektor pertanian jadi modal ketahanan pangan . Di luar itu, pandemi Covid-19 menuntut setiap negara, termasuk Indonesia, dapat mandiri dengan urusan kebutuhan pokok masyarakatnya.
Baca Juga: Kedutaan Besarnya Sering Dihujani Roket, AS Ancam Irak akan Tarik Diri dari Baghdad
Beberapa fitur yang dihadirkan dari platform ini adalah dapat memetakan kondisi surplus dan defisit di daerah dan komoditasnya. Lalu, memproyeksikan ketersediaan pangan berdasarkan analisis kondisi lokal dan cuaca.
Selanjutnya, menganalisis dampak fenomena cuaca skala besar, seperti ESO dan IDO beserta rekomendasi tindakan. Terakhir, memberikan rekomendasi masa tanam yang ideal.
“Tujuannya untuk memberi waktu pemerintah pusat sampai daerah untuk melingkupi kebutuhan pangan dan melindungi harga. Sedangkan untuk petani, kapan waktu tanam yang tepat,” katanya.
Baca Juga: Pijar Sekolah Telkom Manfaatnya Dirasakan Siswa dan Guru SMAN 8 Garut
Ketahanan pangan
Sekretaris Satgas Pemulihan Ekonomi Daerah (PED) Jabar Ipong Witono mengaku mengapresiasi inovasi – inovasi yang dipaparkan dalam agenda daring Pitching & Awarding Hack4Rilience. Salah satunya berkenaan masalah ketahanan pangan yang disinggung dalam inovasi platform WaktuTani.
Menurut dia, salah satu permasalahan ketahanan pangan dari dulu hingga sekarang adalah masalah big data pertanian. Big data, sebagai wadah penghimpun informasi, yang ditawarkan dalam inovasi – inovasi para peserta Hack4Resilience dapat sangat terpakai untuk urusan ketahanan pangan . Apalagi saat ini pandemi mengharuskan negara menyimpan cadangan pangan.
“Masalah cadangan pangan kaitannya dengan ketahanan pangan . Jadi sangat perlu big data,” ujarnya.
Ketua Pokja UMKM Jawa Barat Jodi Janitra menambahkan, pihaknya ikut mendorong ketahanan pangan di masa pandemi ini. Dari data yang dirilis Pemerintah Provinsi Jawa Barat beberapa waktu lalu, pertanian menjadi sektor yang terdampak paling sedikit oleh pandemi daripadi sektor lain, yakni hanya mengalami penurunan pendapatan sekitar 0,9%.
Menurutnya, dengan hadirnya inovasi dari perlombaan Hack4Resilience, membuka peluang sektor pertanian di Jawa Barat lebih kuat. Terlebih dengan lahirnya solusi-solusi dari masalah pertanian seperti ketidakmerataan pasokan di pasar sehingga harga-harganya tidak stabil.
“Atmos FC-19, dia punya WaktuTani untuk mempermudah dan meminimalisir risiko gagal panen. Dari mulai masalah hama yang menyerang, jenis tanahnya, dan cuaca. Jadi risiko gagal panen itu bisa ditekan,” katanya.
Sektor pertanian, kata Jodi, harus dijadikan lokomotif menghadapi pandemi Covid-19. Selama pandemi masih berlangsung, dan sektor lain belum bisa pulih secara utuh, UMKM di sektor ini bisa bergeliat untuk pemulihan perekonomian masyarakat.
“Jadi sepertinya ke depan selama kondisinya seperti ini, sektor ketahanan pangan cocok jadi lokomotif,” katanya.
Lebih jauh, isu ketahanan pangan lewat pertanian ini bila dimanfaatkan secara cerdik, salah satunya dibantu inovasi – inovasi big data seperti WaktuTani, bakal melahirkan momentum dimana Indonesia bangkit dari sisi ketahanan pangan .
“Harapannya justru ketika pandemi sudah beres, ketahanan pangan pasti ada over, harapannya justru kita bisa nyerang balik. Kemarin kan kita sering, impor jagung, impor beras, impor bawang putih, segela macem, kalau kita over mungkin kita bisa ekspor, tapi tentu harus disiapkan sarana prasarananya,” ujarnya.***