Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan penularan cacar monyet jauh lebih sulit dibandingkan COVID-19. Penularan cacar monyet terjadi saat adanya kontak fisik dengan pasien yang sudah bergejala.

“Penularan cacar monyet itu tidak semudah COVID-19. Cacar monyet harus dengan kontak fisik. Unless kita tidak ada kontak fisik dengan pasien walaupun dekat-dekat itu tidak ketularan, kecuali kontak fisik,” kata Budi dalam konferensi pers, Senin (22/8).

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. (Foto Nurhadi)

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. (Foto Nurhadi)

Pasien cacar monyet yang bergejala memiliki ciri-ciri timbulnya bintik-bintik disertai nanah pada beberapa bagian tubuhnya. Kondisi itu yang membuat pasien cacar monyet berpotensi menular apabila adanya kontak fisik.

“Cacar monyet harus bintik-bintik dahulu keluar nanah baru bisa menular. Kalau belum keluar bintik-bintik dia tidak menular, sehingga dengan demikian menghindarnya jauh lebih mudah. Kita tahu orang ini sudah cacar monyet dan jangan mendekatinya,” ujar Budi.

Seorang dokter memeriksa pasien yang luka akibat infeksi cacar monyet di ruang isolasi di RS Arzobispo Loayza, Lima, 16 Agustus 2022. (Foto: AFP/Ernesto BENAVIDES)

Seorang dokter memeriksa pasien yang luka akibat infeksi cacar monyet di ruang isolasi di RS Arzobispo Loayza, Lima, 16 Agustus 2022. (Foto: AFP/Ernesto BENAVIDES)

Menkes melanjutkan angka fatalitas cacar monyet juga sangat rendah. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) dari 35 ribu kasus hanya 12 orang yang teridentifikasi cacar monyet yang meninggal.

“Meninggalnya bukan karena virusnya tapi karena secondary infection. Jadi sudah infeksi di kulit kemudian digaruk-garuk dan infeksinya masuk ke tubuh dan kena infeksi bakteri di paru. Biasanya meninggalnya karena pneumonia (radang paru) atau infeksinya masuk ke meningitis di otak oleh bakteri. Tapi meninggalnya bukan karena infeksi oleh virusnya di kulit,” jelasnya.

Budi pun meminta agar masyarakat tak perlu khawatir dengan ditemukannya kasus terkonfirmasi cacar monyet di Indonesia. Dia meminta agar masyarakat tetap menjaga protokol kesehatan dan kebersihan.

“Kemudian kalau ada orang-orang yang sudah berbintik-bintik segera dilaporkan dan jangan bersentuhan fisik dengan pasien yang berbintik-bintik cacar. Jelas sekali kelihatan di tangan dan wajah. Khusus untuk cacar monyet itu genital,” ucapnya.

Kemudian, terkait dengan pengawasan terhadap virus cacar monyet dilakukan dengan pemeriksaan PCR. Saat ini Kementerian Kesehatan telah memiliki 1.000 laboratorium PCR pemeriksaan cacar monyet.

“Reagen kita juga sudah siap tinggal dites saja kita tahu apakah dia cacar monyet atau tidak,” ungkap Budi.

Kendati demikian, Kementerian Kesehatan belum bisa memastikan varian cacar monyet yang saat ini terkonfirmasi satu kasus di Indonesia. Pasalnya, cacar monyet memiliki dua tipe, yakni Afrika Barat dan Afrika Tengah.

“Satu fatal dan satunya lagi tidak. Biasanya yang banyak di Eropa dan Indonesia itu bukan yang fatal. Namun, kita belum tahu (kasus konfirmasi) ini varian yang mana. Mengenai perawatannya tidak perlu terlalu khawatir karena fatalitasnya rendah masuk rumah sakit. Biasanya meninggalnya bukan karena virus ini tapi secondary infection yang terjadi karena infeksi di kulit,” pungkas Budi.

Seorang teknisi yang mengenakan alat pelindung diri (APD) berjalan melewati tanda biohazard di dalam fasilitas laboratorium molekuler yang disiapkan untuk menguji penyakit cacar monyet. (Foto: AFP)

Seorang teknisi yang mengenakan alat pelindung diri (APD) berjalan melewati tanda biohazard di dalam fasilitas laboratorium molekuler yang disiapkan untuk menguji penyakit cacar monyet. (Foto: AFP)

Menanggapi situasi terkini dengan ditemukannya kasus pertama cacar monyet di Indonesia. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) melalui Satgas Monkeypox atau Clades PB IDI meminta masyarakat tetap tenang dan tidak panik sesuai arahan Kementerian Kesehatan RI.

Ketua Umum PB IDI, M. Adib Khumaidi, mengatakan pihaknya terus berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan RI, Dinas Kesehatan, dan IDI wilayah serta cabang di berbagai daerah mengenai kewaspadaan penyakit ini.

Ketua Tim Mitigasi PB IDI, Adib Khumaidi. (Foto courtesy: IG @makhumaidi)

Ketua Tim Mitigasi PB IDI, Adib Khumaidi. (Foto courtesy: IG @makhumaidi)

“Kami meminta tim medis dan tenaga kesehatan untuk tetap waspada serta segera melaporkan pada Dinas Kesehatan setempat apabila ditemukan pasien dengan gejala mirip cacar monyet. Supaya bisa segera ditangani dan ditindaklanjuti,” kata Adib memalui keterangan tertulisnya yang dikutip, Senin (22/8).

Ketua Satgas Monkeypox PB IDI, Hanny Nilasari, mengingatkan bahwa meski sudah ada kelonggaran kegiatan di berbagai tempat. Namun, masyarakat tetap perlu mempertahankan protokol kesehatan secara ketat, serta lebih aktif menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Cacar monyet yang menyerang seorang jari anak kecil. (Foto: AP)

Cacar monyet yang menyerang seorang jari anak kecil. (Foto: AP)

“Bagi yang merasa bergejala dapat segera berobat menemui dokter terdekat,” tandasnya.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan memastikan satu warga negara Indonesia terkonfirmasi menderita cacar monyet. Pasien tersebut merupakan seorang laki-laki berusia 27 tahun, dengan riwayat perjalanan ke Belanda, Swiss, Belgia, dan Prancis sebelum tertular.

Berdasarkan penelusuran, pasien bepergian ke luar negeri antara tanggal 22 Juli hingga tiba kembali di Jakarta pada 8 Agustus 2022. Pasien mulai mengalami gejala awal cacar monyet pada 11 Agustus 2022.

Setelah berkonsultasi ke beberapa fasilitas kesehatan, pasien masuk ke salah satu rumah sakit milik Kementerian Kesehatan. Pada 18 Agustus dan hasil tes PCR pasien terkonfirmasi positif pada 19 Agustus 2022 malam hari. [aa/ah]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.